Lihat ke Halaman Asli

Nahariyha Dewiwiddie

TERVERIFIKASI

Penulis dan Pembelajar

Menulis, Juga Butuh Performa dan "Stamina" yang Baik

Diperbarui: 26 Mei 2017   09:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Start Up Donut

Duuh, aku nyesel nulis artikel kayak gini, bukannya semakin bagus, malah kacau nggak karuan. Sepertinya, ada yang salah dengan diriku...

Dalam kehidupan sehari-hari, kita memiliki kegiatan yang berbeda-beda. Pasti di antara kalian, ada yang menjadikan kegiatan tersebut sebagai kegiatan utama dan seolah-olah menjadi keharusan, entah tujuannya untuk memenuhi keperluan hidup, atau ada alasan lainnya, yang  berpulang pada pribadi masing-masing.

Yup,  itulah rutinitas! Suatu kewajiban yang jika tidak dilakukan setiap hari, ya terasa ada yang kurang. Akan tetapi, kalau hal ini dilakukan secara terus-menerus, apa yang akan terjadi selanjutnya? Sudah pasti, performanya akan semakin menurun!

Ohh.... pantas saja kalau kita butuh kegiatan yang beragam, biar performa kita tetap bisa terjaga dengan baik...

Baiklah, sekarang saya akan beri ilustrasi. Coba bayangkan, kalau diri kita ini bagaikan seorang atlet. Saat kondisinya prima, dia bisa bertanding terus-menerus dan meraih kemenangan. Namun, saat masuk ke titik tertentu, akhirnya dia harus dikalahkan oleh lawan bertanding.

Ya, seperti itulah keadaan diri kita. Bekerja di sektor apapun—termasuk dalam menulis, tentunya membutuhkan stamina yang cukup memadai,  bukan? Oleh karenanya,  jika stamina kita dalam kondisi yang terbaik, kita bisa membuahkan hasil karya yang tentunya, berkualitas pula.

Tapi, perlu diingat bahwa performa kerja kita hanyalah bersifat sementara dan terbatas. Karena setelah itu, perlahan tapi pasti, performa kita akan berkurang, yang ditandai dengan hasil karya yang tak patut untuk dinikmati khalayak, dan pikiran kita tak mampu untuk menemukan ide dan konsep kreativitasnya!

Nah, kesemuanya ini—pekerjaan apapun yang kita lakukan—musababnya, berawal dari kelelahan, dan kejenuhan yang kita alami, dan itu wajar bagi kita. Bedanya, jika performa para atlet terletak pada stamina fisiknya, maka kita—para penulis yang berkarya di berbagai media dan platform—masalah performanya, lebih ke sisi psikologis.

Padahal kita terlihat seperti biasanya. Bagaimana tanda-tandanya kalau “stamina” pskis kita sudah terkuras gara-gara lelah dan jenuh?

Coba kalian ingat, jika berhadapan dengan monitor, mau menulis sesuatu aja sudah sulit. Sudah membaca banyak artikel, tapi tetap saja tak ada sesuatu yang berkesan dalam diri, juga ilham yang bisa memantik inspirasi untuk bisa menulis. Semua biasa saja.

Kemudian, pikiran kita semakin suntuk dan sedikit berat, bahkan ada rasa enggan untuk menulis lagi. Akibatnya, bukannya menulis yang lebih bermutu—justru yang keluar adalah kalimat-kalimat galau. Sudah jelas, kalau keadaan kalian sudah begini, lebih baik kalian harus menarik diri dari kegiatan kepenulisan!

Habis itu, cobalah kalian untuk mengambil masa istirahat atau melakukan kegiatan lain di luar dunia kepenulisan. Ya, seperti fisik kita yang butuh asupan untuk meningkatkan stamina tubuh, mental kita pun juga demikian. Bagaimana ya, caranya agar “stamina” mental kita bisa pulih kembali, sehingga kita bisa bersemangat kembali untuk menulis?

  • Jalan-jalan
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline