[caption caption="Sumber gambar: merdeka.com"][/caption]Kala hari telah memasuki pintu gerbang barunya,
Bulan hendak bertemu Bumi, tak biasanya,
karena keduanya bercumbu pada gelapnya malam.
Matahari sedang naik di sisi timurnya, menyambut pagi,
membangkitkan semesta yang mati sementara waktu
sementara Bulan terus mengejar cepat
karena rindunya ingin bertemu Bumi
jadilah ketiganya saling berhadapan,
di lintasan angkasa
Wajah bumi yang terang,
sementara mendadak padam,
seperti senja menjelang hingga malam,
remang-remang sampai gelap gulita
Kala Bulan menghadap Bumi,
dia ingin menyampaikan salam rindu, padanya
namun Bumi menjawab:
“Wahai Bulan, kekasihku,
mengapa engkau datang mendadak?
Mengapa kau menghalangi urusan ibuku, Matahari?”
“Wahai Bumi, belahan jiwaku,
aku diutus Tuhan untuk penghuni di atasmu,
beri aku kesempatan pada mereka, tuk melihatnya!
bukankah aku akan mendatangimu pada waktu khusus ini,
tidak setiap tahun?”
Bulan telah membuka alasannya,
tuk merindukan Bumi di waktu pagi ini.
Matahari dengan lembutnya berkata:
“Biarlah Bumi, anakku,
aku relakan sebagian waktuku padanya,
untuk berjumpa denganmu,
meski hanya satu hingga dua jam saja!”
Selepas itu, Bulan pun berpisah,
mengucapkan selamat tinggal pada Matahari dan Bumi,
dan mengharap berjumpa dengan planet biru kelak,
bila malam akan datang lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H