Lihat ke Halaman Asli

Nahariyha Dewiwiddie

TERVERIFIKASI

Penulis dan Pembelajar

Wahai Pelaku Industri Pertelevisian, Perhatikanlah Para Penyandang Disabilitas!

Diperbarui: 26 Januari 2016   05:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ddd

[caption id="" align="aligncenter" width="499" caption="Ilustrasi/kompas.com"][/caption] Musim Pilpres 2014 sudah berlalu. Pada masa itulah, ada dua pasang calon presiden dan wakil presiden bersaing untuk menggantikan SBY sebagai presiden. Mereka tidak hanya berkampanye di berbagai daerah, mereka juga menyampaikan visi misinya melalui debat yang diselenggarakan oleh beberapa stasiun televisi. Kecuali debat bagian pertama, hampir seluruh debat capres-cawapres ini menyertakan seseorang yang berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Tentu saja memudahkan para penyandang disabilitas (tunarungu) untuk memahami apa yang disampaikan oleh dua pasang capres-cawapres.

Sekarang, hampir setahun peristiwa ini berlalu, hanya ada satu stasiun TV yang tetap menyertakan komunikasi dengan bahasa isyarat, itupun pada acara berita. Yang lain? Hampir semua acara, baik religi, film, sinetron, memasak, animasi, bahkan acara yang edukatif pun tidak ada satupun yang menyertakan komunikasi dengan bahasa khusus penyandang tunarungu tersebut. Sayang sekali, bukan? Tidak hanya stasiun TV swasta nasional, TV lokal dan berjaringan juga tidak menyediakan bagian komunikasi bahasa isyarat tersebut. Bagaimana penyandang tunarungu bisa paham informasi di daerah dan paham budaya daerah jika bahasa isyarat tidak disediakan? Sungguh hal yang sangat ironis.

Begitupun dengan jeda iklan. Pada iklan salah satu partai politik, terlihat ada seseorang berkomunikasi dengan bahasa isyarat, disaat ketua umum partai sedang menyampaikan tujuan dari partai tersebut. Ini membuktikan, bahwa partai politik tersebut sangat peduli dengan penyandang tunarungu tersebut. Nah, bagaimana dengan iklan untuk produk lainnya, seperti makanan, minuman, dan sebagainya? Memang adanya gambar bisa sedikit dipahami oleh penyandang tunarungu, namun jika disertai penjelasan lewat bagian bahasa isyarat, akan membuat penyandang tunarungu jauh lebih paham apa yang disampaikan. Padahal, mereka adalah manusia, sama seperti kita, mereka mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan informasi.

Sebagai alat komunikasi audiovisual, televisi tentunya memiliki penyampaian komunikasi gambar dan suara. Bagi sebagian besar kita, kita tidaklah lengkap menikmati gambar tanpa suara. Namun, untuk penyandang tunarugu, inilah yang menjadi masalah, karena syarat mutlak untuk mendengarkan suara lewat sumber manapun, yaitu memiliki kondisi pendengaran yang baik. Untuk penyandang tunanetra, mereka masih bisa memahami informasi lewat suara, hanya saja tidak bisa melihat gambar. Dalam kasus tertentu, jika mereka ingin menikmati hiburan, film misalnya, mereka akan kesulitan dalam memahami jalan cerita jika dialog yang didengarkan dirasa terlalu cepat maupun terlalu lambat bagi mereka.

Jika pada SBMPTN 2015 saja panitia menyediakan tempat untuk penyandang disabilitas supaya nyaman dalam mengerjakan soal-soal SBMPTN, seharusnya stasiun TV, penyelenggara TV digital serta pelaku industri pertelevisian lainnya juga melakukan hal yang sama, agar kesempatan penyandang disabilitas untuk menikmati acara TV yang baik sejajar dengan orang normal pada umumnya. Berikut saran saya untuk stasiun TV dan pihak yang berhubungan dengan industri pertelevisian, termasuk penyelenggara migrasi ke TV digital yang akan dimulai beberapa tahun kedepan, supaya memberikan pelayanan terbaik untuk kaum disabilitas:

Pertama, semua acara di stasiun TV, baik TV swasta, lokal, dan berjaringan harus menyediakan 'kolom' yang terdapat seseorang menyampaikan dengan bahasa isyarat. Ini yang paling penting dalam memberikan pelayanan kaum tunarungu, karena dapat memudahkan komunikasi dengan para penyandang tunarungu, sehingga dapat mengerti isi dari acara televisi, baik berita, film, animasi, religi, dan sebagainya. Selama ini (yang saya kira), sasaran acara untuk pemirsa TV sudah memiliki pendengaran yang baik. Itu salah! Banyak warga Indonesia yang memiliki keterbatasan dalam hal pendengaran, sehingga mereka berkomunikasi dengan bahasa isyarat bukan bahasa lisan. Itulah sebabnya, mengapa stasiun TV perlu menyediakan kolom penyampaian dengan bahasa isyarat, seperti yang saya jelaskan tadi.

Kedua, sediakan fitur subtitle teks untuk 'mengubah' bahasa lisan menjadi bahasa teks. Penyandang tunarungu masih bisa membaca teks untuk memahami apa yang disampaikan dalam acara tersebut. Oleh karena itu, industri pesawat televisi di Indonesia perlu memperhatikan hal tersebut, dengan menyediakan fitur tombol subtitle yang disertakan pada remote control pesawat televisi terbaru. Atau, ketika akan bermigrasi ke TV digital, dalam STB terbaru nanti, sediakan fitur subtitle teks pada remote control STB. Begitu dipencet, akan muncul subtitle sesuai dengan apa yang disampaikan oleh pembicara. Namun, hal ini perlu pengembangan lebih lanjut oleh pihak industri pesawat TV, STB dan penyelenggara TV digital, tergantung SDM dan teknologi yang ada. Bukan tidak mungkin, fitur subtitle teks akan tersedia dalam beberapa tahun ke depan.

Ketiga, kembangkanlah teknologi yang bisa memperlambat dan mempercepat dialog Khusus untuk penyandang tunanetra, pihak industri pesawat TV dan STB perlu menyediakan dan mengembangkan teknologi yang bisa memperlambat dan mempercepat dialog. Dengan demikian, para penyandang tunanetra bisa memahami acara televisi, terutama film. Sama seperti fitur subtitle teks, fitur memperlambat dan mempercepat dialog akan tersedia dalam beberapa tahun mendatang. Tentunya, dalam migrasi ke TV digital, pemerintah Indonesia harus mencontoh dari Jepang dalam memperlakukan kaum disabilitas ketika akan beralih dari sistem TV analog ke TV digital. Tidak hanya mempersiapkan migrasi teknologi dengan perencanaan yang benar-benar matang selama beberapa tahun, Jepang tidak lupa menyediakan fitur yang khusus untuk kaum disabilitas seperti yang saya jelaskan dalam dua point terakhir di atas. Sehingga, kaum disabilitas tidak lagi merasakan ketidakadilan dalam menikmati acara televisi.

Nah, bagaimana, siapkah pemerintah dan industri pertelevisian, terutama stasiun TV, industri pesawat TV dan STB, serta penyelenggara TV digital memperhatikan kaum disabilitas dalam pelayanan acara televisi, terutama dalam migrasi ke TV digital nantinya?

Demikianlah, semoga bermanfaat. Salam Kompasiana!

Referensi: kamusilmiah.com




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline