Masih ingatkah kita, pada tahun 2014 lalu, jagat politik Indonesia diwarnai oleh dua pasang capres-cawapres. Masing-masing capres membawa visi dan misinya sendiri-sendiri, yang sama-sama berpengaruh positif pada kemajuan bangsa Indonesia. Jokowi yang membawa misi revolusi mental dan Prabowo dengan prioritas pembangunannya.
Kini, rakyat telah memutuskan, Jokowi telah menjadi presiden di negeri ini. Dunia telah memenuhi harapan dengan terpilihnya Jokowi, dunia akan menciptakan rasa persahabatan dibalik sifatnya yang ramah dan dekat dengan rakyat. Namun, harapannya tidak selalu mulus. Ada peristiwa antara hubungan diplomatik yang bagaikan jalan terjal dan berliku, karena suatu masalah yang bernama NARKOBA. Australia dan Brazil melayangkan protes atas ancaman hukuman mati yang diembankan kepada warga negara mereka. PM Australia Tony Abott sempat meminta agar Indonesia segera membatalkan hukuman mati dengan mengingat kebaikan Australia berkaitan dengan Tsunami Aceh. Sedangkan Presiden Brazil, Dlima menolak surat kepercayaan dari Dubes Indonesia, yang dianggap mencederai hubungan antar negara.
Ketegasan Jokowi dalam memerangi narkoba, sejalan dengan misi Revolusi Mental yang digembor-gemborkan saat kampanye, karena berkaitan dengan nasib generasi bangsa ke depannya. Bahkan ketegasan pemerintahan Jokowi juga ditunjukkan dengan tenggelamnya kapal asing yang ketahuan mencuri ikan di perairan Indonesia dibawah menteri Susi Pudjiastuti. Ketegasan Jokowi dalam mempertahankan harga diri lewat hukuman mati bagi pelaku narkoba dan penenggelaman kapal laut, memang patut diapresiasi.
Seperti yang dibahas di artikel pertama saya, Jokowi memang disamakan dengan Soekarno (dan Jokowi adalah wujud dari Soekarno Modern) dalam mempertahankan martabat bangsa di awal-awal kemerdekannya, dan disejajarkan dengan mantan rivalnya, Prabowo karena ketegasan terhadap dunia Internasional.
Memang, itulah pemimpin yang dibutuhkan bangsa kita saat ini, dan Presiden RI pertama, Soekarno pernah mengatakan: “Pilihlah pemimpin yang dibenci, ditakuti, dan dimaki oleh asing”. Memang tidak selamanya hubungan antar negara itu baik. Tidak ada yang menyangka, bahwa Jokowi yang ramah pada dunia, ternyata bisa melakukan hal yang tegas soal masalah yang menimpa bangsa kita ini!
Namun, tentunya ada kekhawatiran tentang kerjasama antara Indonesia dengan Australia dan Brazil tentang masa depan hubungan keduanya (begitu juga dengan negara-negara lain), bagai dua sisi mata uang, di sisi lain menguntungkan, juga merugikan bangsa. Seharusnya negara-negara tersebut legowo terhadap keputusan Pemerintah yang tidak bisa diubah-ubah, apapun yang dilakukan oleh Jokowi sudah merupakan hal yang terbaik bagi negara kita, berhubungan dengan nasib generasi bangsa di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H