Lihat ke Halaman Asli

Pengakuan Pemuda (Katanya) Indonesia

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Suatu sore di daerah Senayan... Dua orang laki-laki (yang satu muda dan yang satunya lagi tua) terjebak dalam sebuah perdebatan dangkal yang menguji apa yang mereka sebut ideologi masing-masing. laki-laki muda: menurut ku Bu Mega itu pemerintahannya mencla-mencle.. laki-laki tua    : buktinya apa? laki-laki muda: banyak! pokoknya aku nggak suka *perdebatan itu terus berlanjut, sampai kedua belah pihak tidak ada yang mau mengalah untuk sekadar mendengarkan pendapat masing-masing. Sang laki-laki tua tersinggung karena pendapatnya tak didengar Seorang mahasiswa tingkat dua duduk lemas di dekat mereka, mual. Ia hanya mendengar perdebatan itu sambil bergeming. Tidak mengerti mengapa mereka harus memperdebatkan hal tersebut. Ingin saling menjatuhkan? atau mempengaruhi? *** Pernah berada dalam situasi seperti diatas nggak? Speechless tentang suatu hal (karena satu atau lain hal), tapi sebenarnya geregetan ingin menimpali dan meluruskan, atau sekedar berbagi pendapat. Saya jadi sedih sendiri, sebenarnya banyak nggak sih orang yang agak apatis kayak saya ini? Yang nggak ngeh banget soal politik yang ada di negeri kita, bahkan cenderung nggak peduli. Saya cuma tahu dan suka baca buku sejarah itu juga seringnya diulang-ulang dari jaman SD-SMA. Pas kuliah nggak nemu sama sekali yang namanya pelajaran sejarah. Lalu, beberapa waktu yang lalu saya di-invite dalam sebuah komunitas hebat, namanya "Komunitas Kajian dan Lakuna Guru Bangsa." Komunitas ini memfasilitasi siapapun yang punya keinginan memajukan bangsa ini secara konkret dengan berpegang pada apa yang telah diajarkan oleh bapak-bapak bangsa kita. Sejujurnya, saya merasa kurang pantas berada di dalam komunitas tersebut karena saya sepertinya bukan orang yang begitu berdedikasi ingin memajukan bangsa ini, setidaknya belum secara konkret. Saya jadi sadar kalau saya belum mengenal betul siapa saja yang ada di belakang berdirinya negara kita saat ini. Apa ada yang berada di posisi seperti saya? Bukannya tidak ingin, terlalu banyak hal yang membuat saya memalingkan wajah untuk hal-hal semacam itu, termasuk teknologi dan apa yang banyak disuguhkan di dalam era globalisasi sekarang, westernisasi dan teman-temannya secara disadari atau tidak disadari merasuk ke dalam diri saya. Berapa banyak sih lagu Indonesia yang ada di playlist saya? Seberapa sering sih saya lebih memilih menonton program tv luar negeri dibandingkan dengan buatan diri sendiri? Hahaha... saya ini anak siapa sih? Yang jadi pertanyaan, siapa yang salah? Apakah sekarang ini mengetahui dan mengenal siapa saja yang ada dibelakang berdirinya negara kita dan apa-apa saja yang diajarkannya masih penting dirasakan oleh para pemuda? Masihkah penting untuk kami mengetahuinya untuk membangun bangsa ini? Tidakkah belajar dengan benar, menerapkan apa yang kita pelajari dengan sebaik-baiknya, menjadi orang yang jujur, dan melakukan hal yang terbaik yang kita miliki tidak cukup membuat negeri ini maju? Jawabannya mungkin saja tidak. Karena pertanyaan ini yang kemudian muncul di dalam benak saya, siapa yang akan menjamin kalau apa yang kita lakukan bukan hanya untuk diri kita sendiri dan keluarga, tapi juga untuk negara? Hahaha... Memangnya kita orang super yang bisa mengesampingkan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum? Tapi, buktinya ada yang bisa seperti itu, dengan tetap berusaha menyeimbangkannya dengan kebutuhan pribadinya, sebut saja Bung Karno. Orang-orang yang seperti itu mungkin adalah orang-orang yang sudah mencapai tahap tertinggi dalam hierarki kebutuhan yang dikemukakan Maslow--transcendence. Yang terpenting adalah kesadaran kita akan besarnya kebutuhan bangsa dan negara ini akan dedikasi kita. Sekali lagi, KESADARAN. Mungkin karena itu ada orang yang mau mendirikan Komunitas Kajian dan Lakuna Guru Bangsa. Mungkin karena itu salah seorang mahasiswa seumuran saya bisa menggerakkan banyak pemuda lainnya dalam Indonesian Future Leader. Mungkin karena itu hanya segelintir program-program televisi yang membahas tentang sejarah dan kearifan lokal yang ada di negeri kita. Mungkin karena itu juga saya menulis semua ini... Entah karena semakin dekat bulan itu atau semakin dekat tanggal itu, sehingga banyak hal yang membuat segala sesuatu yang membuatnya ter-proklamirkan menyentil dan menari-nari di depan saya. Saya mungkin saja bukan pemuda Indonesia, atau bahkan pemuda kampung tempat tinggal saya sendiri karena sedikitnya kesadaran itu. Saya adalah pemuda untuk diri saya sendiri, yang masih mengintip-intip permasalahan negara ini, yang hampir melupakan sejarahnya. Sudah saatnya kita saling mengingatkan dari mana kita berasal. Sejarah, Bapak-Bapak Bangsa itu boleh saja terlupakan oleh saya dan banyak pemuda lainnya. Yang penting kita sadar, dan mengenal mereka mungkin adalah salah satu cara yang baik untuk kita. Segalanya butuh perjuangan, termasuk keinginan dan usaha kita untuk menjadi lebih sadar, seperti memperjuangkan kemerdekaan. Semoga kita bisa, semoga!

Matraman, 22 Juli 2011 DWS *silakan kunjungi blog Komunitas Kajian dan Lakuna Guru Bangsa: http://rumahgurubangsa.blogspot.com/




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline