Lihat ke Halaman Asli

Commuter Line

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Halo! Kalau suasana hati abis nggak enak gini, emang paling enak minum kopi. Pas udah buat kopi dan duduk di depan laptop, saya lihat ke dinding, ada jam. Saya kaget banget pas lihat jam, ini udah jam 24:30 ya? Udah pagi dong berarti? Terus kopinya gimana? Yaudah lah ya lanjutkan saja. Sepertinya nggak akan tidur nih saya malam ini. Ora opo-opo lah... Mari nonton tv sampai pagi atau kerja lagiiii... hehehe Oh iya, saya mau cerita lagi dong! Kemarin siang (18/06) saya memutuskan untuk pergi ke kampus untuk meminjam beberapa buku di perpustakaan, bertemu Fiza, dan meneruskan kerjaan saya. Asyik nih, udah seminggu lebih saya nggak mencium bau stasiun dan kereta (yang merupakan salah satu hal ter-favorit saya di dunia ini). Saya berangkat dari Stasiun Manggarai dengan kereta ekonomi tujuan bogor yang sepi karena sampai pada persinggahan terakhir. Di kampus, saya habiskan dengan makan siang sambil ngobrol-ngobrol dengan Fiza, meminjam buku di perpustakaan, meneruskan kerjaan di kanlam sambil melihat anak-anak media yang sedang mengerjakan parkit, bertemu ayas sebentar, lalu pulang. Nah, seperti biasa, saya pulang dengan memanfaatkan trasportasi umum, KRL tercinta *Hahaha... berlebihan ya? Sesampainya di stasiun, saya mendengar pengumuman KRL Ekonomi AC tujuan Jakarta Kota akan segera masuk di stasiun itu. Saya segera menuju loket dan menyerahkan uang sebesar 7000 rupiah dengan harapan dapat uang kembali sebesar 1500 rupiah, eh ternyata saya malah disuruh nambah dua ribu. Harganya naik jadi 9000 rupiah, lumayan tuh mahal hahaha.. Selidik punya selidik, ternyata kemarin itu baru uji coba KRL commuter line. Nama baru untuk KRL Ekonomi AC yang rencananya akan dioperasikan mulai tanggal 2 juli 2011. Dengan adanya commuter line ini, kita nggak akan lagi tuh bertemu dengan Pakuan Ekspres yang hanya berhenti di stasiun-stasiun tertentu. Jadi setiap KRL jabodetabek, mulai tanggal tersebut akan berhenti di setiap stasiun. Adanya perubahan ini juga diikuti oleh perubahan jadwal kereta, yang katanya diujicobakan kemarin (18/06). Banyak penumpang yang tidak tahu tentang berita uji coba dan perubahan KRL yang biasanya kita kenal menjadi commuter line, termasuk saya (kalau saya sih karena memang sudah jarang naik kereta, dan juga karena jarang nonton berita sepertinya hahaha). Dari hasil berita yang saya dapat, kenaikan harga tiket kereta disebabkan oleh tidak adanya subsidi dari pemerintah yang sebelumnya digunakan untuk menyokong dana pemeliharaan kereta. Makanya, sekarang harganya jadi mahal. Tapi, perubahan ini kok jadinya agak nggak relevan dengan permasalahan yang sudah sering terjai, bahkan telah menjadi momok, di dunia per-KRL-an ya. Untuk yang sering menggunakan jasa kereta atau paling tidak yang suka denger/baca/nonton berita, pasti tahu dong kalau KRL jabodetabek itu, terutama yang ekonomi punya kapasitas tempat duduk yang sangat besar. Selain di dalam kereta, yang menumpang di atap kereta nggak jauh beda jumlahnya sama yang di dalam kereta (terutama untuk jurusan Jakarta Kota di pagi hari, dan Bogor di sore/malam hari). Saya pikir kebijakan yang akan diambil yaitu kebijakan yang bisa menanggulangi masalah ini. Kasihan, Boss nyawa banyak orang "lewat" karena tersengat listrik dari atap KRL. Walaupun kesalahan itu disebabkan oleh kesalahan penumpangnya sendiri, seharusnya pemerintah atau siapapun yang bertanggung jawab atau punya peran di sini bisa memfasilitasi kebutuhan masyarakat dengan lebih baik, sehingga kasus-kasus seperti itu nggak akan terjadi lagi. Enak ya mengritik pemerintah hahaha... Tapi kadang suka merasa bersalah nggak sih kalau kita bisanya cuma mengritik tanpa ngasih gagasan yang bisa menyelesaikan masalah yang kita kritik tersebut? #just curious #self-talk. Saya udah sering denger sih, udah ada usaha-usaha yang diambil untuk menanggulangi masalah tersebut. Tapi semuanya nggak efektif dan malah menyulut kemarahan masyarakat. Benar juga sih, kalau kapasitas tempat duduk kereta-nya nggak mencukupi kebutuhan--mungkin termasuk kurangnya jumlah KRL, dan jadwal kereta yang nggak diatur sedemikian rupa--dengan mempertimbangkan proporsi pengguna jenis KRL, mau ngomong apa? [caption id="" align="alignnone" width="598" caption="Foto di Hari Uji Coba Commuter Line (Media Indonesia)"][/caption] Bayangin deh, contohnya nih kalian harus kerja jam 7 pagi, uang terbatas, kereta ekonomi datang pukul 06:30, sedangkan yang mau naik KRL ekonomi, misalnya 800 orang orang, kapasitas cuma 300, yang 400 bisa lah berdiri ya *itu juga maksa. Nah yang 100 orang lagi mau diapain? Padahal kebutuhan mereka untuk sampai ke tujuan juga mendesak. Solusi mereka ya jadi penunggang atap KRL dengan modal doa. Yang mujur sampai tujuan dengan selamat, yang kurang mujur, bisa langsung curhat sama Yang Maha Kuasa. Meskipun mungkin ada motif lain dibalik perilaku para penunggang atap kereta, tapi seharusnya kita bisa lihat kalau jasa angkutan KRL ini cukup bisa diandalkan. Cepat, praktis, harga terjangkau pula. Buktinya, mereka jarang yang mau beralih ke angkutan lain. Kalau boleh jujur, saya juga udah gandrung sama alat transportasi ini. Saya nggak tahu sih yang mana yang harus didahulukan terlebih dahulu. Tapi, yang pertama menurut saya mungkin sistem pengaturan jadwal, jumlah KRL (terutama ekonomi), lalu baru kenyamanan. Penggunaan commuter line ini memang membuktikan kalau PT. KAI mengutamakan kenyamanan konsumen. Tapi konsumen yang seperti apa? Konsumen dengan tingkat ekonomi yang bagaimana? Jangan sampai kereta-kereta cantik kebanggaan kita itu jadi sasaran amukan masyarakat yang untuk memanfaatkannya aja pake mikir seribu kali dulu. Sangat bagus kalau ketiga aspek yang saya sebutkan tadi bisa dijalankan secara bersamaan. Tapi, kalau belum bisa, mungkin lebih baik bisa dikaji lagi dulu data-data dan fakta-fakta yang ada di kalangan pengguna KRL. Secara pribadi, saya kurang setuju dengan adanya commuter line dengan harga yang sama seperti ketika saya membeli tiket Pakuan Ekspres. Khawatirnya, mereka yang sependapat dengan saya dan merasa kehilangan alternatif ketika KRL ekonomi sudah tidak dapat diandalkan, yaitu KRL Ekonomi AC dengan harga biasanya, akan bertindak anarkis. Sekali lagi, pengaturan jadwal yang sesuai dan penambahan jumlah kereta ekonomi untuk mengimbangi perubahan ini, mungkin bisa jadi solusi atau lebih baik hanya menjadi pencegah tindakan anarkis yang dikhawatirkan. Jaya selalu Indonesiaku! :)

"Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia" (Sila ke-lima Pancasila)

Matraman, 19 Juni 2011 DWS *exported from my blog: http://perjalanan-waktu.blogspot.com/




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline