Lihat ke Halaman Asli

Dew

Orang biasa.

4 Peran Ibu dan Pelajaran Kulewatkan

Diperbarui: 20 November 2020   16:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

People photo by senivpetro - www.freepik.com

Kalau dihadapkan pada pertanyaan 'apa peran ibu dalam keluarga?' Jawabannya bisa bermacam-macam.

Sebagai manager dalam rumah tangga, sebagai pendidik sekaligus sekolah pertama bagi anak-anak, sebagai kepala dapur, sebagai pengayom, sebagai pengasuh, sebagai bendahara, sebagai pendengar yang setia, sebagai support system yang tak ada tandingannya, dan masih banyak lagi, tergantung pada siapa pertanyaan tersebut diajukan.

Beberapa hal yang teringat jelas tentang ibu adalah ketika ia mengajarkan Bahasa Inggris. Ketika itu aku duduk di bahu sofa, menerawang ke luar jendela memerhatikan teman-teman yang sedang asik bermain, sementara aku sibuk berhitung one, two, three, four, five...

Teringat juga ketika ibu mewanti-wantiku yang lebih nyaman menulis dengan tangan kiri untuk mulai belajar menulis dengan tangan kanan. "Sebab, tangan kanan adalah tangan bagus." begitu ajarnya.

Hal lain yang membekas adalah, "Habisin makanannya, nanti nasinya nangis." Hingga saat ini, tidak menyia-nyiakan makanan sudah menjadi kebiasaan.

Kata orang, kasih ibu sepanjang masa. Benar saja, dalam kehadiran dan ketidakhadirannya ia tak henti mengajarkan nilai-nilai kehidupan.

Dalam ketidakhadirannya, aku lebih banyak menyadari ketidakmampuanku melakukan sesuatu sekaligus menyadari ada banyak hal yang kulewatkan ketika ia masih berada di antara kami. Setidaknya ada 4 hal yang membuatku takjub dengan peran yang dilakukannya dalam keluarga yang seharusnya bisa kupelajari sejak dulu.

1. Ibu sebagai Sumber Kegembiraan

Ada satu hari dalam satu tahun yang selalu ingin kuhindari, hari raya. Selain kehilangan teman yang biasa mendengar ceritaku sepulang berkegiatan, aku juga kehilangan antusiasme dalam menyambut hari raya.

Dulu perannya dalam menghidupkan rumah tampak biasa saja, "ya memang hidup seperti ini. Ibu memasak, ayah bekerja, anak-anak belajar, kita tertawa ketika bahagia dan menangis ketika berduka." begitu pikirku, rumus umum.

Lima hari raya terakhir menyadarkanku bahwa ibu tidak hanya hidup mendampingi kami apa adanya. Buktinya, aku kesulitan menciptakan tawa yang sama, terlebih ketika hari raya tiba.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline