Olivia berjalan tergesa sepanjang trotoar di jalan Braga--tak jauh dari kantornya. Gerimis tipis mulai turun. Ponselnya kemudian berdering, telepon masuk dari wedding organizer.
"Ya halo--tidak, tidak--jangan warna pink. Yaa, benar--saya request pastel, tapi please--jangan pink."
"Bagaimana kalo warna lavender, Bu Oliv?"
"Pastel. Tapi jangan pink atau lavender. Hmm--gini deh, saya ingin warna putih saja. Supaya netral. Seperti kebaya pengantin pada umumnya. Okay?"
"Baik, Bu Oliv...."
"Okay--fixed putih, ya. Saya putuskan warna putih. Saya tidak ingin terlihat seperti 'barbie' di hari pernikahan saya."
"Iya, Bu Oliv."
"By the way--besok saya akan sempatkan ke sana, untuk fitting baju kebayanya. Bye--."
Hubungan telepon Olivia dengan staf wedding organizer kemudian terputus. Hujan mulai menderas. Olivia memutuskan untuk berteduh. Cafe terdekat di tempatnya berdiri adalah Cafe Braga. Sejenak Olivia ragu untuk memasuki cafe itu. Namun dia tidak punya pilihan lain, selain Cafe Braga.
Di cafe itu tersimpan banyak kenangan buat Olivia. Kenangannya bersama Joe, saat mereka sering menghabiskan waktu, tiga tahun yang lalu. Kemarin, Olivia sudah berjanji, untuk tidak ke cafe itu lagi. Namun, biarlah hari ini menjadi hari terakhir bagi Olivia mengunjungi Cafe Braga. Olivia berharap, kenangannya bersama Joe terkubur. Seiring dengan meredanya rinai hujan.
Olivia mendorong perlahan pintu masuk Cafe. Lonceng di atas kepalanya berdenting. Kemudian dia berjalan perlahan menuju mini bar. Selanjutnya mendudukkan diri di kursi yang berjajar.
"Sore, Bu Oliv," sapa lelaki barista. "Coffee Latte seperti biasa?" tanyanya. Olivia hanya mengangguk.