Menanggapi artikel Kompasianer milik Bapak Posma Siahaan saya ingin berbagi cerita pengalaman bagi teman-teman yang ingin atau pernah menggunakan kartu kreditnya pada aplikasi online baik itu di Indonesia maupun di luar negeri. Khususnya di Eropa yang mana sistem One Time Password (OTP) tidak selalu diberlakukan saat melakukan transaksi online.
Contoh kasusnya pada saat pertama kali saya menggunakan kartu kredit konvensional untuk menggunakan layanan pesan antar makanan via Ub** Eats yang mana pada saat saya menambahkan kartu kredit sebagai metode pembayaran tidak ada notifikasi apapun dari pihak bank, baik itu berupa OTP ataupun WA. Kebetulan pada saat itu saya menggunakan kartu kredit yang diterbitkan oleh Bank di Indonesia.
Begitupun pada saat saya memesan makanan lalu melakukan transaksi dengan Kartu Kredit Konvensional juga tidak ada kode OTP atau WA yang masuk, untuk proses validasi/ konfirmasi transaksi. Jadi transaksi otomatis berhasil saat mengklik tombol check out.
Sejak peristiwa itu saya tidak pernah lagi menggunakan kartu kredit konvensional untuk transaksi online di Eropa. Memang selama ini tidak pernah ada masalah berupa tagihan 'hantu' seperti yang dialami oleh Bpk. Posma.
Tetapi melihat resiko itu bisa terjadi kapan saja dan saya orangnya paling ogah ribet mengurus permasalahan kartu kredit atau perbankan di Indonesia. Jadilah saya selalu menggunakan kartu kredit value yang dikeluarkan oleh salah satu bank di Swiss bernama Post Finance.
Kemudahan menggunakan kartu kredit yang bersifat value membuat saya tidak pernah lagi merasa takut akan menjadi korban hacker diluar sana. Sistemnya yang mirip seperti kartu pre-paid kalau di Indonesia seperti kartu Flazz dan E-Money tetapi dengan fungsi layaknya kartu kredit pada umumnya.
Jadi setelah di top-up besaran limitnya barulah kita bisa menggunakannya untuk transaksi baik online maupun offline. Dengan besaran limit yang bisa kita tentukan sesuai dengan nominal top-up maka kita pun jadi lebih bijak didalam menggunakan kartu kredit.
Untuk itu saran saya utamakan pembayaran tunai apabila ingin bertransaksi di luar negeri khususnya di Eropa. Jika tidak mau repot nantinya apabila hal yang tidak diinginkan terjadi kedepannya.
Sebenarnya penggunaan kartu kredit konvensional di Eropa aman dan sah-sah saja selama bank penerbitnya dari Eropa juga karena sistem perbankan yang sudah lebih aman. Dan kalaupun ada tagihan 'hantu' seperti itu, pihak Bank penerbit juga mau bertanggung jawab untuk mengganti kerugian nasabahnya apabila semua syarat dan ketentuan bisa dipenuhi oleh korban.
Tetapi yang membuat saya heran, kenapa model kartu kredit value seperti itu tidak beredar di Indonesia? Padahal fungsi dan penggunaannya sama. Selain itu juga bisa membuat kita jadi tidak konsumtif karena sistemnya top up dulu baru bisa digunakan transaksi dan memakainya pun jadi aman.
Begitulah cerita pengalaman saya menggunakan kartu kredit value ala bank di Swiss dengan yang konvensional ala Indonesia.