Lihat ke Halaman Asli

Aku Terhipnotis (1)

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ia tak cukup tampan, Ia pun tak cukup populer. Entah kenapa aku begitu terhipnotis ketika kali pertama kita berbincang walau hanya dalam hitungan menit di kedai tua itu. Sebaris senyumnya yang terpampang dekat sekali dengan wajahku seolah membuat ku tak nafsu makan, minum dan beraktivitas. Yang hanya ingin kulakukan hanyalah mengingat, mengingat dan mengingat senyum itu. Oh aku benar-benar dimabuk kebayang. Sekilas tingkahku terlihat seperti gadis yang memiliki masalah mental karena lamunanku mendominasi kegiatan hari-hariku. Padahal durasi kita berbincang hanya sepersekian jam. Namun kesan yang tertoreh dibatin dan pikiran ku sangat menguras segalanya. Menguras keharusanku untuk memikirkan hal-hal lain yang "juga" penting untuk di pikirkan. Oh tidak, aku menyematkan kata "juga" dalam kalimat ku sebelumnya, yang menandakan hal-mabuk-kepayang ini juga cukuplah penting. Haha...Tak apa, mungkin memang harus seperti itu. Setidaknya ini menjadi penyemangatku ketika ku membuka mata dipagi hari dengan segala doa dan harapan baik untuk ku dan untuknya.

Semua itu berjalan stabil ketika sampai pada suatu hari aku online Facebook, dan aku melihat dalam List Friends on Chat terpampang namanya. Oh tidak...pikiranku pun berkecamuk. Peluh mulai berdatangan sedikit demi sedikit. Batinku perang dengan logikaku. Haruskah aku memulai terlebih dahulu sebuah pembukaan perbincangan dengannya. Sedangkan, aku menunggu sekian menit ia tak kunjung "memanggilku". Segala bayangan muncul bertumpukan dihadapanku mengenai apa-apa saja yang akan terjadi ketika aku memulai sebuah pembicaraan dengannya. Apa yang akan terjadi apabila dia tidak membalas? Apa yang akan terjadi apabila dia membalas dengan sangat datar? Apa pula yang akan terjadi apabila dia membalas dengan cukup antusias sehingga terjadi perbincangan yang cukup hangat dan menarik yang berakhir pada perkembangan hubungan selanjutnya yaitu ngedate . Kegirangannku yang seharusnya tidak berlebihan saat itu berhasil membuat ku terlihat sangat bodoh didepan komputerku sendiri. Ketika aku mulai menuliskan 1 kata "hai"....aku berfikir sejenak merapihkan hati dan pikiranku yang bergulat. Namun selang beberapa menit, aku pun menghapus kata itu. Oh tidak..Apa kata yang paling cocok untuku saat itu selain Pengecut, bahkan hanya untuk menuliskan "hai". Aku yang terkenal sebagai wanita yang cukup tangguh tiba-tiba seperti dirampas ketangguhanku. Semua ini hanya karena ketertarikanku kepada suatu makhluk yang bernama PRIA itu. Namun setelah menarik nafas cukup panjang dan mengeluarkannya dengan sangat perlahan guna kenyamanan dan ketenanganku, segenap keberanianku pun datang bak pahlawan kesiangan. Tak apa lah kesiangan, pepatah saja memaklumi dengan adanya pepatah "lebih baik telat dari pada tidak sama sekali"..ujar sang keberanianku yang datang terlambat itu. Akhirnya aku pun menuliskan "hai" dalam chat ku dengannya. 5 detik berlalu tanpa balasan. Suasana dalam pikiranku cukup hening . 10 detik berlalu masih belum ada balasan. Suasana mulai seperti kipas angin kesayanganku mati mendadak dengan meninggalkan ribuan tetas peluh membasahiku. 20 detik berlalu masih dengan hanya tertera satu kata "hai" tadi dalam chat itu. Dan aku pun menyatakan bayangan dengan kemungkinan pertama tadi lah pemenang dalam kontes tebak nasib ini. Dimana kemungkinan pertama yang ku bayangkan tadi adalah "Apa yang akan terjadi apabila dia tidak membalas? " Aku pun memutuskan untuk tidur dengan suasana tetap hening namun menyimpan sejuta kegelisahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline