Lihat ke Halaman Asli

Dewi Pagi

TERVERIFIKASI

Cinta tapi Beda Agama

Diperbarui: 6 Juli 2015   15:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.suaraislam.com

"Kamu pake jilbab nggak?"

Suara diseberang sana tidak bertanya soal apa agama saya, tetapi langsung ke pertanyaan itu. Berawal saat saya mengenal seseorang via dunia maya di mana sosial media belum sehappening sekarang dan dulu saya sama sekali tidak pernah mencantumkan foto saya di dunia maya.Hanya nama pena ketika berselancar di dunia maya.

"Aku belum dapet hidayah," jawab saya. Kami memang bertukar nomor telepon setelah cukup lama berhubungan hanya via jalur chat saja.

"Oh gitu yah, semoga nanti kamu dapat hidayah yah..." Kalimat itu cukup mengagetkan saya. Mengingatkan sekaligus sedikit "kesal". Siapa dia berani bilang begitu? Ketemu saja belum pernah, baru say hello via telepon. Tapi saya nggak protes. Barangkali Tuhan tengah menyentil saya melalui dia.

Sejujurnya sensi banget yah kalau bicara soal agama. Entah apa pun temanya biasanya kalau menyangkut agama kadang menuai pro kontra. Maklum saja, di negeri ini soal agama selalu menjadi issue yang sensitif. Pengalaman cinta tapi beda agama ini saya jalani selama kurun waktu bertahun-tahun.

Kembali pada inti tulisan, karena "klik", kami intens berhubungan sampai akhirnya saya beranikan diri saat dia mengajak bertemu. Tak lama setelah pertemuan itu, akhirnya kami saling jatuh hati. Saya pun tak bertanya lebih lanjut tentangnya. Dia santun saya sudah senang, yang penting nggak modus dan neko-neko. Syukur-syukur selalu baik dan jujur, soal ganteng atau mapan secara financial adalah bonus.

"Sholat magrib dulu yah," satu waktu ketika pertama kali jalan bareng, saya ajak dia mampir ke mesjid. Dia menganggukan kepala. Karena tempat wudhu cowok dan cewek berbeda, kami langsung berpisah dan janjian ketemu di pelataran setelah selesai. Dari sana dia ajak saya makan malam.

"Aku bukan muslim..." Dia menatap saya.

Terus terang saya kaget. Hampir saja suapan chicken cordon bleu favorit saya loncat dari mulut saya. Tapi saya berusaha menguasai keadaan. Meski di sudut hati saya yang lain, ada satu rasa yang sulit saya ungkapkan dengan kata-kata. Rasanya seperti berdiri bibir jurang yang tak ada dasarnya. Saya sudah terlanjur jatuh hati dengan mahluk manis di depan saya kala itu.

"Kalau begitu, hubungan kita pasti akan lalui banyak rintangan," saya langsung memberikan warning untuk kami berdua. Saya mengingat kasus yang terjadi pada sahabat saya. Jelimet dan berakhir dengan kesedihan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline