Lihat ke Halaman Asli

Dewi Pagi

TERVERIFIKASI

Surat Cinta untuk Calon Presiden

Diperbarui: 23 Juni 2015   21:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Selamat Malam, Tuan. Apa kabarnya? Semoga Tuan selalu berada dalam lindungan Tuhan Yang Maha Bijaksana. Kiranya Tuan juga selalu mendapat kesehatan tak terkira dan limpahan kebahagiaan lahir serta batin.

Sebelumnya saya perkenalkan diri saya dulu. Saya adalah satu jiwa dari sekian ratus juta jiwa yang bernafas di bawah atmosfer ibu pertiwi. Satu dari sekian ratus juta manusia yang mengais rezeki kehidupan di negeri yang (katanya) kaya raya ini.

Tahukah Tuan? Pesona Tuan begitu luar biasa di mata dan hati saya. Bahkan (mungkin) di ratusan juta pasang mata lainnya. Nama Tuan begitu terkenal seantero nusantara. Pun sejagad maya. Dahsyat. Baru kali ini saya merasakan euforia pada calon pemimpin bangsa yang tak ada habis-habisnya.

Tapi dibalik semua euforia itu, hati saya sempat terluka, Tuan. Saya yang mendambakan sebuah pertarungan dari dua ksatria dengan cara yang ksatria pula, harus dikotori dengan hujaman kata-kata hujatan yang datangnya justru bukan dari mulut Tuan sendiri. Kebencian seperti nyala api yang kencang berkobar dan tak mau padam. Etika kesantunan hanya jadi milik segelintir orang saja.

Siapa mereka ini, Tuan? Apa mereka tulus mencintai Tuan ataukah malah ingin membunuh Tuan? Apa sebuah pertarungan harus diramaikan dengan suporter yang melempari batu tapi juga sembunyi tangan? Apa suporter juga boleh saling gebuk demi jagoannya? Miris.

Sekarang kita lupakan dulu soal pertarungan. Izinkan saya bertutur sekelumit cerita yang mungkin luput dari perhatian Tuan. Beberapa waktu lalu saya melihat sebuah fakta bahwa masih banyak rakyat Indonesia yang memakan nasi aking. Tuan tahu nasi aking? Nasi aking itu sisa nasi yang dijemur lagi hingga kering lalu diolah hingga 'layak' untuk menjadi pengisi perut yang kosong.

Nasi aking jadi alternatif makanan pokok mereka yang hidup jauh di bawah garis kemiskinan ketika segenggam beras sudah tak terjangkau lagi harganya. Bahkan beras merk RASKIN yang katanya murah saja kini sudah tak mampu terbeli. Penyakit lapar obatnya hanya makan, walau pun dengan sepiring nasi aking. Tak apa nasinya sedikit berjamur dan berbau 'pesing'.

Tuan tahu rasanya nasi aking? Maukah Tuan mencicipinya walau hanya sesuap saja? Nikmat Tuan. Aromanya saja bisa membius indera penciuman Tuan. Tuan harus mencobanya, sebelum Tuan menikmati masakan lezat dari para chef di istana nantinya. Kelak perut mereka harus menjadi perut Tuan juga.

Tuanku yang (kelak akan menjadi) mulia, maaf bila saya menulis surat ini terlalu panjang. Tapi persoalan bangsa ini lebih panjang dari sekedar yang tertuliskan di mana-mana. Tuan harus segera berdiri, melangkah dan berlari demi terealisasinya mimpi bangsa ini.

Tuan jangan duduk manis saja di singgasana tertinggi dan tunjuk sana-sini karena menjadi orang nomor satu di republik ini. Apalah artinya tahta bila rakyat-nya Tuan masih sengsara? Apalah artinya kursi bila kesejateraan rakyat-nya Tuan masih 'jomplang' di sana sini?

Ada lagi, Tuan. Andai nanti Tuan benar-benar menjadi orang nomor satu di negeri ini, maukah Tuan jebloskan ke hotel prodeo para koruptor dan pelanggar hukum tanpa tedeng aling-aling?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline