Politik dagang memang sudah seharusnya diterapkan oleh para penjual, selain bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari hasil penjualannya, juga bertujuan untuk bagaimana membuat bisnisnya bertahan dalam jangka waktu yang panjang. Bagaimana cara berdagang yang dilakukan, dan ketentuan apa saja yang ditetapkan untuk dipenuhi oleh pembeli ditetapkan oleh pemilik usaha atau penjual. Namun demikian, tetap saja hal yang diusung menjadi ketentuan antara penjual dan pembeli bersifat baik dan tidak merugikan salah satu pihak. Penjual mendapatkan untung, dan pembeli mendapatkan keuntungan juga dengan memiliki atau menikmati barang yang telah dibelinya.
Lantas bagaimana "hukum sosialnya" jika salah satu pihak merasa dirugikan atas sebuah transaksi jual beli yang tidak transparan?
Contoh nyatanya seperti yang saya alami sore ini saat membeli sebuah makanan ringan di suatu pusat perbelanjaan. Makanan tersebut dibanderol seharga Rp 8.900 (delapan ribu sembilan ratus rupiah). Usai memesan satu porsi saya lanjutkan dengan membayar ke kasir dengan menyerahkan uang Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah). Selesai melakukan input data harga di mesin kasir lalu pelayan tersebut memberikan uang kembalian kepada saya beserta struk transaksi jual beli.
Uang yang dikembalikan kepada saya hanya berupa satu keping uang logam senilai Rp 1000 (seribu rupiah). Selain uang disertakan pula kertas struk penjualan tersebut. Saya lihat di kertas kecil tersebut tertera total belanja Rp 8.900 total uang yang dibayarkan Rp 10.000 dan total kembalian Rp 1.100 tetapi uang kembalian yang saya terima hanya Rp 1.000 saja. Lalu ke mana kekurangan Rp 100 (seratus rupiah) yang seharusnya juga saya terima?
Saat kasir menyerahkan dua benda tersebut yaitu uang Rp 1.000 dan kertas struk ia hanya mengatakan "Terima kasih Bu...", sambil tersenyum sekenanya. Merasa ada yang tidak adil, saya menanyakan kepadanya "Harusnya kembaliannya Rp 1.100 kan ya?" dan barulah kasir menjawab "Iya mohon maaf Ibu uang Rp 100 tidak ada". Saya jawab lagi, "Lho kok gitu, kalo saya bayar kurang Rp 100, boleh ga...???". Sangat merasa tidak perlu menunggu jawaban, saya berlalu meninggalkan meja kasir yang menyebalkan.
Tidak adil.
Tidak benar.
Tidak baik.
Tidak jujur.
Tidak beritikkad baik.
Dan sangat-sangat tidak patut ditiru oleh pedagang mana pun.