Di zaman teknologi yang berkembang cukup pesat seperti saat ini jika diteliti akan membawa dampak buruk bagi anak-anak atau siswa siswi di sekolah. Dampak ini bisa terjadi jika para orang tua tidak segera bertindak dan mengambil langkah untuk meluruskan dan menempatkan semua pada posisinya masing-masing. Hal ini adalah tentang peran orang tua yang terlalu besar dalam dunia pendidikan anak, khususnya aktifitas di sekolah. Sampai-sampai banyak tugas sekolah anak yang kerap lebih diketahui oleh orang tuanya ketimbang anaknya sendiri yang menjadi murid di sekolah tersebut. Akibat dari keadaan ini saya khawatir dunia bisa terbalik, di mana anak tidak paham tugasnya di sekolah, namun justru orang tuanya yang lebih paham sang anak ada Pekerjaan Rumah (PR) apa saja dari gurunya.
Saat ini hampir seluruh orang tua masuk dalam grup pesan singkat (Whats App) wali murid beserta satu orang guru selaku wali kelas. Perkumpulan orang tua murid melalui ponsel pintar ini memang memiliki tujuan yang mulia, yakni selain mempererat silaturahmi antar wali murid, juga menjadi ajang diskusi atas perkembangan belajar para siswa di kelas. Bisa juga wadah ini dibuat sebagai sarana penghubung yang cepat antara pihak sekolah dengan pihak orang tua. Namun saya melihatnya kondisi ini kebablasan, di mana sering terjadi lebih paham orang tuanya besok ada PR apa dibandingkan dengan putra putrinya tercinta.
Para anak lambat laun mengetahui bahwa orang tuanya memiliki wadah komunikasi dengan gurunya di sekolah melalui ponsel pintar, sehingga sang anak bersikap santai bahkan cenderung "nanti tanya mama saja" untuk beberapa hal tugas sekolah yang diberikan kepadanya. Bapak/Ibu guru yang menyampakan tugas tersebut bisa jadi bertujuan backup ke para wali murid, namun backup tersebut kebablasan hingga orang tua yang lebih paham tentang tugas sekolah anaknya. Sehingga kenyataan menjadi terbalik, dan tak jarang ada anak bertanya pada orang tuanya "ma/pa besok aku ada PR apa?". Lah? Kumaha kalo begini??
Pada kenyataanya memang para orang tua yang lebih update mengenai tugas anaknya di sekolah, dan sering pula muncul kejadian "Nak, kamu besok ada ulangan IPS ya, jangan lupa belajar". Lah, jadi orang tuanya yang lebih paham hahaha.... Atau terkadang muncul juga kejadian anaknya santai-santai main bola, orang tuanya teriak "Nak, besok ada ulangan ngga?...", anak pun menjawab "Ngga ada Ma....." Padahal mamanya tahu bahwa besok ada ulangan. Tahu dari mana? Grup whatsapp. Apakah dengan adanya wadah yang sebenarnya difungsikan sebagai backup ini justru dimanfaatkan dengan baik oleh si anak sehingga mereka tidak peduli lagi guru bicara apa di depan kelas, tidak perhatian, atau didengarnya sambil lalu karena mereka berfikir "Nanti kalau lupa tanya Mama aja... Mama pasti tau...".
Ini yang dinamakan kebablasan atau keluar jalur terlalu jauh. Mungkin bagi sebagian orang tua merasa amat sangat perlu mengingatkan putra putrinya tentang ada apa besok di sekolah, tanpa pernah sedikit saja memilih jalan untuk membiarkan anaknya bertanggung jawab atas segala aktifitasnya di sekolah. Sekali-sekali nampaknya para orang tua perlu bersikap ikhlas dan tegar jika kedapatan putra atau putrinya dihukum oleh guru di sekolah akibat tidak mengerjakan PR atau, di hukum di rumah karena nilai ulangannya jelek akibat dari tidak belajar, karena lupa kalau besok ada ulangan.
Sikap-sikap ksatria seperti ini sangat perlu dilakukan oleh para orang tua. Tidak melulu harus mengingatkan besok ada apa, besok bawa barang apa untuk prakarya atau malam ini harus belajar bab berapa karena besok ulangan apa. Stop! Dengan berlebihan seperti ini tanpa disadari kita tengah mendidik anak-anak kita sebagai anak yang manja dan pemalas, lalu kita mendidik diri sendiri menjadi orang tua yang tidak memahami posisi.
Boleh-boleh saja sesekali mengingatkan "Nak, jangan lupa besok bawa tanaman buat pelajaran IPA... tanamannya sudah siap belum?..." Sebatas itu saja. Biarkan anak mulai bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Jangan mainkan setiap lakon yang berkesempatan dimainkan, karena sesungguhnya sudah ada pemilik peran-peran itu sendiri. Biarlah sekali-sekali anak dihukum oleh gurunya karena tidak mengerjakan tugas, walaupun mamanya ingat, cobalah sekali-sekali hanya melontarkan pertanyaan "Nak, besok ada PR ngga? Ada ulangan ngga?" Kalau anak menjawab tidak ada, buatlah diri kita percaya. Lalu kalau ternyata salah? Di sinilah letak pembelajaran yang amat berharga bagi si anak, dan ia kan mulai lebih fokus lagi mendengar setiap penjelasan dari guru dan lebih bertanggung jawab lagi dengan segala hal yang berkaitan dengan sekolahnya. Karena yang bersekolah adalah anaknya, bukan orang tuanya.
Saya melihat cukup banyak andil kesalahan dari orang tua yang menyebabkan seorang anak begitu manja, tidak perhatian dengan sekolah, apa-apa tanya mama dan apa-apa lapor papa. Ketahui batasan kita sebagai orang tua, agar anak juga mengetahui sejauh mana mereka perlu meningkatkan tanggung jawab atas dirinya.
Setiap orang tua tentu menginginkan anaknya tumbuh pintar dan ahli di suatu bidang kehidupan, namun kita tidak boleh lupa, ada peran-peran tegas dan lugas yang perlu dilancarkan oleh para orang tua agar semua keinginannya tersebut tercapai sempurna. Dengan tidak memanjakannya dan mulai mengambil porsi wali murid yang semestinya, maka kita tengah membentuk anak menjadi pribadi yang tidak hanya pintar namun juga penuh tanggung jawab.#DNU
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H