Lihat ke Halaman Asli

Dewi Murniati

Mahasiswa Universitas Terbuka

Mengenal Tradisi Kupatan

Diperbarui: 30 Maret 2023   23:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tradisi. Sumber ilustrasi: UNSPLASH

Pernah dengar lebaran ketupat? Lebaran Ketupat atau kupatan adalah tradisi yang dilakukan sebagian besar masyarakat Muslim Indonesia khususnya di Pulau Jawa, tepat seminggu setelah hari raya Idul Fitri. Di beberapa wilayah Kupatan juga diartikan sebagai kegiatan syawalan.

Bagi sebagian orang, Lebaran Ketupat merupakan bentuk apresiasi dan hari raya bagi umat Muslim yang menjalankan puasa Syawal setelah sebelumnya melaksanakan puasa Ramadhan sebulan lamanya.

Tradisi Kupatan ini diperkirakan sudah ada sejak lama, tepat saat masuknya agama Islam di tanah Jawa. Dalam beberapa catatan sejarah, Sunan Kalijaga lah orang pertama yang memperkenalkan tradisi Lebaran Ketupat atau Kupatan. Beliau pun memberlakukan dua kali lebaran saat itu, yakni badha lebaran (Idulfitri) dan badha kupat (Lebaran Ketupat).

Adapun secara filosofis Lebaran Ketupat dimaknai sebagai upaya penebusan dosa, tercermin dari bentuk anyaman ketupat yang polanya cukup rumit, melambangkan dosa dan kesalahan manusia yang harus ditebus. Penebusan dosa ini dilakukan melalui silaturahmi dan saling memaafkan antar manusia. Adapun warna putih pada saat ketupat dibelah melambangkan hati yang kembali suci dan fitrah. Yakni memperlihatkan kondisi dimana antar sesama saling mengikhlaskan diri dari segala dendam dan kedengkian. Hal ini pun terjadi ketika taubat benar-benar diteguhkan dalam hati.

Dibalik sebuah tradisi, pun terdapat makna spesial yang terkandung di dalamnya. Adapun Kata ketupat atau kupat berasal dari bahasa Jawa yakni 'ngaku lepat' atau mengakui kesalahan. Sehingga dengan ketupat sesama Muslim diharapkan mengakui kesalahan dan saling memaafkan serta melupakan kesalahan dengan cara menikmati hidangan ketupat tersebut bersama-sama.

Tak hanya itu, terdapat makna filosofis pula yang terkandung dalam tradisi Kupatan ini. Lapisan luar atau bungkus yang terbuat dari janur kuning melambangkan penolak bala bagi orang Jawa. Sedangkan bentuk segi empat pada ketupat mencerminkan sebuah prinsip yakni "kiblat papat lima pancer," yang artinya "kemana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah."

Sudah menjadi kebiasaan juga kita temukan ketupat yang selalu berdampingan dengan sayur opor. Siapa sangka sayur yang dominan dengan kuah santannya ini pun memiliki makna tersendiri. Adapun santan dalam bahasa Jawa disebut pangapunten alias permohonan maaf.

Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa adanya tradisi Kupatan ini dimaksudkan sebagai ajang saling memaafkan di hari raya yang suci, sebagai upaya pembersihan jiwa dan hati melalui kegiatan silaturahmi berupa makan-makan bersama. Sudah sepatutnya pun kita saling memaafkan dan melupakan segala amarah yang pernah ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline