Berdasarkan data BPS, indeks kebahagiaan juga dihitung pada tingkat provinsi, sehingga tidak hanya dibandingkan antarperiode, namun juga antarprovinsi. Sehingga muncul peringkat pada tiap provinsi berdasarkan nilai indeks kebahagiaan.
Disebutkan pula dari 34 provinsi di Indonesia, urutan 5 teratas nilai indeks kebahagiaan adalah Maluku Utara, Kalimantan Utara, Maluku, Jambi, dan Sulawesi Utara. Sedangkan 5 provinsi yang berada pada urutan terbawah berturut-turut adalah Banten, Bengkulu, Papua, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Barat. (sumber: bps.go.id)
Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), provinsi yang disahkan pada tahun 1997. Provinsi yang terbilang muda di pulau Kalimantan, saat ini dipimpin oleh seorang gubernur, Zainal Paliwang.
Gubernur Zainal merasa bersyukur Kalimatan Utara bisa menduduki posisi teratas ke-2 dengan Indeks Kebahagiaan sebesar 76,33. Lebih jauh ia menilai, capaian tersebut bentuk peningkatan taraf hidup masyarakat serta kedekatan antara pemerintah dengan masyarakat, sehingga masyarakat mudah menyampaikan aspirasinya. Ungkapnya saat mengikuti sesi wawancara singkat dengan TVRI Kaltara
Selain itu, pada sektor keamanan, secara keseluruhan provinsi ini mendapat angka yang memuaskan. Hal ini tak lepas dari peran masyarakat serta jajaran kepolisian tiap wilayah di provinsi kaltara yang turut menciptakan rasa aman itu sendiri. hal ini dapat dijadikan modal bagi pemerintah provinsi untuk keperluan pembangunan dan iklim investasi di Kalimantan Utara
Meski demikian, bukan berarti seluruh harapan dari provinsi ini tercapai. Masih ada beberapa poin yang mesti ditingkatkan, salah satunya yakni soal pendidikan.
Sesuai data BPS, sektor pendidikan Kalimantan Utara masih kurang memuaskan. Sehingga pemerintah akan lebih terfokus pada pembangunan/renovasi fasilitas pendidikan pada sekolah SMS/SMK serta perguruan tinggi.
Pemerintah provinsi sedang mengejar investasi sebagai upaya untuk menggerakkan roda perekonomia, khususnya untuk membuka lapangan pekerjaan. Adapun kepastian hukum dan jaminan keamanan sebagaibentuk upaya guna memberikan kemudahan dalam investasi.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa indeks kebahagiaan bukan merupakan tolak ukur pasti akan tingkat kesejahteraan suatu wilayah.
Indeks tersebut hanya mewakili sebagian kriteria yang sifatnya bias. Sementara berbagai masalah kependudukan tetap ada, mungkin saja berkurang atau tak terhitung oleh kriteria yang ditetapkan.
Bagi wilayah yang tergolong di posisi tertinggi tetap perlu di apresiasi untuk semakin meningkatkan kesejahteraannya. Bagi wilayah yang tergolong di posisi terendah, tak perlu berkecil hati. Sebab ini hanya penilaian yang mewakili perpektif, selebihnya masih banyak yang perlu diperbaiki juga.