Lihat ke Halaman Asli

Public Social Partnership untuk Indonesia Raya

Diperbarui: 2 Januari 2016   10:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

 

Langkah pemerintah mengurangi subsidi BBM untuk menambah anggaran pembangunan infrastruktur adalah sebuah langkah berani. Hasilnya, dana infrastruktur meningkat sekitar Rp 100 trilyun, membuat rasionya naik menjadi sekitar 2,7%  dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB), hampir dua kali lipat dari rasio rata-rata 10 tahun terakhir, yaitu 1,6%. Percepatan pembangunan infrastruktur memang mendesak, khususnya untuk menyelesaikan masalah ekonomi biaya tinggi yang telah lama membayangi.   

Tetapi bukan berarti langkah tersebut tidak beresiko. Pembangunan infrastruktur yang agresif biasanya diiringi dengan peningkatan ketimpangan (inequality). Gabungan Investasi infrastruktur pemerintah pusat, daerah, dan swasta dalam 10 tahun ini memang masih di bawah norma 5% dari PDB. India dan China sudah lebih tinggi, masing-masing di 7-8% dan 9-11%; namun di kedua Negara tersebut ketimpangan juga meningkat. Terlebih di China yang koefisien gini-nya melonjak dari 0,412 (2000) ke 0,61 (2012). Laporan Universitas Peking (2014) menambahkan bahwa 1% penduduk terkaya menguasai sepertiga total kekayaan; sementara 25% penduduk termiskin,  hanya menguasai 1%! Koefisien Gini Indonesia (BPS, 2013) kini sudah tergolong tinggi di 0,413. Jika menyusul langkah agresif membangun infrastruktur, apakah 10 tahun lagi kita akan mengalami ketimpangan mengerikan seperti di China?

Resiko ini penting dicermati. Beberapa studi menunjukkan bahwa di saat ketimpangan meningkat, penanggulangan kemiskinan akan semakin sulit dilakukan, walaupun pertumbuhan ekonomi positif. Persis seperti kondisi Indonesia 10 tahun terakhir. Ekonomi tumbuh rata-rata sekitar 6%, namun koefisien gini meningkat dari 0,34 (2005) menjadi 0,413 (2013), dan penurunan kemiskinan melambat dari sekitar 1,2% menjadi 0,6% per tahun. Terakhir bahkan kemiskinan mengalami peningkatan dari 10,96% (per September 2014), ke 11,22% (per Maret 2015). Tentu kondisi ini bukanlah potret Indonesia Raya yang kita dambakan.

 

Public Social Partnership untuk penanggulangan kemiskinan

Akhirnya kita harus menerima bahwa penanggulangan kemiskinan masih berjalan lambat. Baik sektor publik maupun swasta belum bisa diandalkan. Kondisi ini memacu geliat sektor sosial atau sektor ketiga, yang digerakkan oleh kalangan masyarakat yang memandang penanggulangan kemiskinan sebagai tugas seluruh elemen bangsa. Sebagian dari mereka ada yang memiliki metode pemberdayaan yang efektif dan SDM pemberdaya yang lebih berdedikasi daripada pemerintah. Kegiatan mereka bukan bagian sektor publik karena tidak menggunakan APBN. Sumber dana mereka ada yang dari hibah internasional, donasi, iuran, sampai unit bisnis untuk mendanai sendiri misi sosialnya (social enterprise).

Kegiatan mereka bukan juga bagian sektor swasta karena tidak bertujuan menghasilkan keuntungan. Namun yang pasti, sektor sosial ini berpotensi besar untuk menjadi mitra strategis pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan. Bagi sektor swasta, sektor sosial juga dapat membantu meningkatkan efektifitas dan dampak sosial dari program Corporate Social Responsibility perusahaan.  Bagi keduanya, sektor sosial dapat menjadi jembatan penghubung agar program-program CSR perusahaan dapat mengisi dan melengkapi program penanggulangan kemiskinan pemerintah.  Di lapangan, organisasi sektor sosial ada yang bersifat informal seperti komunitas, ada juga yang formal seperti koperasi, yayasan, unit di perguruan tinggi, dan Perseroan Terbatas.  

Untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, pemerintah menggarap Public-Private Partnership (PPP) , dimana pemerintah memetakan spesifikasi proyek-proyek infrastruktur secara rinci, yang pembangunannya ditawarkan kepada investor. Untuk penanggulangan kemiskinan, mestinya pemerintah juga menggarap serius Public-Social-Partnership (PSP). Untuk itu pemerintah perlu memetakan spesifikasi bentuk-bentuk masalah seputar kemiskinan seperti  rendahnya pendidikan, nutrisi buruk, literasi keuangan, dsb; lalu mengidentifikasi bentuk-bentuk masalah dan kalangan masyarakat di lokasi mana yang dapat digarap oleh sektor sosial untuk mendukung kebijakan atau program penanggualangan kemiskinan pemerintah. Secara paralel, pemerintah juga perlu mendata bidang-bidang keahlian para praktisi di sektor sosial ini.

Adapun PSP dapat dikemas dalam dua skema umum. Pertama, pemerintah memfasilitasi program dan menyandang dana. Disini pemerintah perlu memasang target umum dampak sosial yang diinginkan. Target rincinya dapat disepakati bersama mitra PSP, dengan menyesuaikan kondisi lapangan dan rancangan teknis program. Melalui cara ini, besar kemungkinan PSP dapat menghemat anggaran  penanggulangan kemiskinan jika dilihat dari sisi jumlah anggaran per dampak yang dihasilkan. PSP juga bisa membuat tren baru dalam penganggaran program, yaitu anggaran yang juga disusun berdasarkan target dampak, bukan berdasarkan input yang dibutuhkan saja. Kedua, pemerintah murni berperan sebagai fasilitator bagi mitra PSP yang ingin ekspansi program. Skema ini menarik bagi praktisi yang sudah mumpuni dalam hal pendanaan namun ingin mereplikasi program demi memberikan dampak sistemik. Disini pemerintah tidak perlu memberikan target dampak, tapi cukup memonitor capaiannya agar bisa dievaluasi dan disandingkan  dengan program-program lainnya.

Target dampak sosial dalam PSP adalah sangat penting, karena merupakan analog return of investment dalam PPP.  Maka diperlukan database dasar yang akurat agar dampak dapat dievaluasi secara terukur dan objektif, sehingga fair bagi kedua belah pihak. Database ini harus disediakan oleh pemerintah, karena sektor sosial dan swasta pasti tidak mampu. Indonesia sudah memiliki Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) yang tahun ini dimutakhirkan menjadi Basis Data Terpadu 2015. Database ini dapat menjadi modal awal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline