Lihat ke Halaman Asli

Mengapa Dunia Begitu Meresahkan?

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1338027009774940075

Diambil dari www.salamduajari.com Di tengah era krisis ekonomi dunia saat ini (khususnya Amerika Serikat dan Eropa), dunia terasa meresahkan. Beberapa kali saya bertanya kepada kolega dan teman, kebanyakan mengamini bahwa kondisi dunia saat ini meresahkan. Termasuk ayah saya, beliau  juga menjawab bahwa kondisi dunia saat ini meresahkan. Menurut ayah, dunia meresahkan karena kerakusan manusia; bukan hanya kondisi manusianya, kondisi alam pun meresahkan, karena bencana alam semakin sering dan penyakit-penyakit baru juga bermunculan. Beliau lalu menambahkan (okeh, papa sepertinya ga bisa menahan diri untuk terus berpidato), bahwa kondisi alam yang semakin mengkhawatirkan pada dasarnya  juga disebabkan oleh kerakusan manusia. Manusia sudah keluar dari khitahnya, yaitu sebagai makhluk berakal paling sempurna yang pada hakikatnya merupakan perpanjangan tangan Tuhan dalam menjaga bumi dan manusia. Oke pap, cukup, cukup.  Terkadang saya berpikir, sepertinya dunia selalu meresahkan. Setiap zaman punya dramanya masing-masing, seakan keresahan selalu diperlukan dan akan selalu aada sebagai bentuk kekuatan pendorong yang membawa peradaban ke arah yang lebih baik? saya tidak tahu, karena orang-orang bisa saja berdebat mengenai "kondisi lebih baik" itu seperti apa, lain orang lain selera. Anyway, zaman kelahiran Nabi Musa diresahkan oleh kebijakan Raja  Firaun yang ingin membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir. Zaman jahiliyah Arab diresahkan oleh normalnya perilaku mengubur bayi perempuan hidup-hidup karena memiliki anak perempuan tergolong hal yang memalukan. Zaman Nabi Isa diresahkan oleh tekanan-tekanan para tokoh agama berkuasa yang tidak suka dengan kehadiran ajaran baru Nabi Isa, walaupun sesungguhnya Nabi Isa tidak pernah memaksa masyarakat untuk mengikuti ajarannya, masyarakat hanya mengikuti ajarannya secara sukarela. Abad 20 diresahkan oleh diskriminasi terhadap perempuan yang tidak memiliki hak suara dan hak berkarya yang dinikmati oleh kaum pria (fyi, perempuan di Swiss baru memiliki hak suara dalaam pemilihan umum pada 1971, Italia 1945, dan Amerika Serikat 1920). Sekarang, kita diresahkan oleh masalah krisis ekonomi yang menghantui dunia khususnya bumi Eropa (tingkat pengangguran di Yunani dan Spanyol telah menembus level 20%).  Selain itu, kita juga masih diresahkan  dengan masalah-masalah ketidakadilan, kemiskinan, kesenjangan sosial, dan pemanasan global (lingkungan). Adapun sebagian dari masalah tersebut sudah ada dari zaman sebelum masehi, namun masih saja terjadi sampai saat ini. Pertanyaannya kemudian adalah, mengapa dunia begitu dan masih meresahkan? Ada dua kutipan yang sesuai untuk menjawab pertanyaan tersebut. Kutipan ini berasal dari dua zaman yang berbeda, menunjukkan bahwa keresahan dirasakan di kedua zaman tersebut. Namun karena nuansa dari kedua kutipan ini serupa, hal ini bisa juga menunjukkan layaknya seniman, pemikir juga saling menginspirasi satu sama lain. Tapi untuk konteks ini, tentunya tidak mungkin Bonaparte terinspirasi oleh Einstein; namun, belum tentu juga (walau ada kemungkinan) Einstein terinspirasi oleh Bonaparte. "The world suffers a lot. Not because of the violence of bad people, but because of the silence of the good people" - Napoleon Bonaparte (1769 - 1821) “The World is dangerous place to live; not because of the people who are evil, but because of the people who don’t do anything about it” – Albert Einstein (1879 - 1955) Kutipan ini kemudian menjadi bahan diskusi kami. Berikut adalah sebagian dari potongan diskusi yang terjadi. A: Jadi, kejahatan terus terjadi karena orang-orang baik memilih untuk diam dan ga ngapa-ngapain? B: Menurut kutipan itu, sepertinya itu intinya. Soalnya, diamnya orang-orang baik seakan memberi sinyal bahwa perbuatan jahat atau salah tersebut tidak terlalu salah, atau bahkan, ga salah sama sekali. Seperti di Indonesia, orang yang rajin sembahyang, berpeci, atau berjilbab sekalipun bisa saja tanpa sungkan menawarkan suap atau melakukan tindak korupsi melalui bon buatan sendiri atau pungutan balik layar. Hal tersebut dilakukan dengan hati ringan karena sudah terbiasa dan memang tidak ada yang negur. Ntah karena semuanya begitu, atau yang tidak begitu memilih untuk diam saja dalam rangka menghindari konflik. Gimana menurut, loe? A: Menurut gw, memang lemahnya kontrol sosial dapat "melegitimasi" perilaku immoral sebagai moral-moral saja. Jadi, penting untuk tidak berdiam diri ketika melihat perilaku jahat atau immoral terjadi di hadapan kita. Namun tetep sih, gw yakin, di tengah masyarakat yang bermoral baik sekalipun, kejahatan atau perilaku immoral akan tetap ada, paling ga di bawah permukaan. Soalnya berdasarkan pengalaman gw, kebanyakan orang  punya beberapa lapisan kepribadian, semakin kita berhasil membuka lapisannya satu demi satu, "aslinya" makin kelihatan xD B: Haha, okay. Intinya, tidak berbuat jahat ga cukup. Gitu kan? Pertanyaannya kemudian adalah, perbuatan immoral atau salah atau jahat itu seperti apa? Gw soalnya pernah ditegur orang supaya ga main musik lagi, karena musik itu haram, suara perempuan itu, aurat. Limbung juga gw dibuatnya. Walaupun bisa jadi, orang yang menasehati gw itu niatnya murni dalam rangka tidak ingin tinggal diam ketika melihat sesuatu yang salah terjadi. What should we do? Banyak banget area abu-abu kan soalnya?  A: Hhmm, iya. B: So? A: Well, banyak yang berada di area abu-abu, tapi ga sedikit juga yang berada di area hitam dan putih. Kita bisa mulai dari situ aja, yang di area abu-abu, sebaiknya diserahkan pada keyakinan masing-masing. Lakum diinukum waliyadiin. *ceileee gw B: Apa-apa contohnya yang ada di area hitam dan putih? A: Buang sampah sembarangan? Motong antrian tanpa permisi? KORUPSI?! Plagiarisme? semua hal tersebut salah dari kacamata apapun juga kan? baik dari sisi etika, moral, sampe agama sekali pun. B: Okay, menarik. Karena lo nyebut plagiarisme, berarti lo harus nasehatin gw dong? Karena gw masih suka download film dan beli DVD bajakan haha, buku mahal juga mending gw fotokopi. A: Haha,, maksud gw lebih ke yang nyuri ide orang lain seakan-akan jadi ide lo sendiri gitu. Soal DVD dan buku, gw sendiri juga masih beli bajakan hahaha. Tapi untuk hasil karya seniman dalam negeri gw cuma beli yang asli loh! B: Rasis? A: Haha, mungkin. Tapi gw yakin tanpa gw beli buku mereka yang asli juga orang-orang Hollywood atau penulis buku internasional tersebut udah tajir kok *membela diri B: Haha. Okay-okay, ini kayaknya di area abu-abu nih. lakum diinukum waliyadiin aja, yah? A: haha :D btw, jadi kesimpulannya? B: dunia meresahkan karena orang-orang baik banyak yang memilih diam. jadi, melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan akan lebih baik. sekecil apa pun perbuatan itu, seperti ga buang sampah sembarangan dan memberikan tataapan  "ga banget sih loe" ke orang-orang yang masih buang sampah sembarangan. A: Kenapa ga langsung ngomong dengan sopan aja? B: Soalnya gw orangnya kan ga enakan :/ A: *jadi orang baik yang diam karena saking malesnya komentar (DM)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline