Lihat ke Halaman Asli

Puasa, Momentum Menjauhi Fanatisme

Diperbarui: 30 April 2021   16:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

radarsurabaya

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sa sallam bersabda " Bukan termasuk golongan kami orang yang mengajak kepada 'ashabiyyah' (fanatik buta), bukan termasuk golongan kami orang yang berperang karena 'ashabiyyah dan bukan termasuk golongan kami orang yang mati karena 'ashabiyyah." (HR. Abu Dawud No.4456).

Di beberapa negara dimana umat satu keyakinan merasa lebih superior dibanding pemeluk keyakinan lain, biasanya mereka dipenuhi faham fanatik buta. Sikap fanatik buta tak hanya lahir dari tafsir yang kurang tepat tapi juga karena ketidaksingkronan pemahaman keyakinan dengan keadaan eksternal.

Sikap fanatik buta melahirkan sikap negatif diantaranya rasa sombong yang tak terbatas. Apa yang ditampilkan pihak lain akan terasa sbagai kesalahan dan terus menerus menolak kebenaran pihak lain itu. Perasaan tidak bisa mentolerir itu akan menimbulkan kesejangan sikap dan akhirnya rasa ketidaksukaan akan muncul dan kemudian perpecahan pada negara itu tidak terelakkan.

Secara sporadis mungkin kita sudah merasakan beberapa sikap dan tindakan superior itu. Bom Bali 1 dan 2 ,beberapa bom yang meledak di beberapa kota serta Jakarta, selalu mengingatkan kita pada bagaimana penafsiran yang salah soal keyakinan atau agama. Begitu juga keberangkatan ratusan orang ke Suriah, menunjukkan bagaimana tafsiran keliru itu mengbah masa depan keluarga yang mereka bawa ke suriah. Seperti kita lihat pada akhirnya ISIS yang ingin mewujudkan kekhalifahan di Suriah pada akhirnya harus hancur begitu juga pengikutnya.

Bulan ini kita menghadapi puasa atau bulan Ramadhan. Puasa yang diwahyukan Allah pada saat perang Badar pada 3 Masehi ini sebenarnya adalah proses bagaimana umat mengosongkan diri mereka. Puasa atau Ramadhan adalah bulan dimana kita bisa mengikis laku fanatisme seseorang. Tak hanya soal muslim dengan non muslim, namun juga soal pelaksanaan salat tarawih. Di Indonesia salat tarawih tidak semuanya sama, ada yang 8 rakat ada yang 20 rakat. Namun tidak ada gesekan yang terjadi. Ini karena proses yang matang untuk isa memahami pihak lain yang berbeda meski berada dalam satu keyakinan.

Karena itu pada masa puasa kali ini kita bersama belajar untuk meluruhkan ego kita dan mereview kembali keyakinan yang mengarah pada fanatisme kosong. Dengan begitu sikap dan tindakan seperti bom bunuh diri di gereja atau kantor polisi tidak terjadi lagi.

Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline