Lihat ke Halaman Asli

Jadikan Islam Memancarkan Rahmatan Lil Alamin

Diperbarui: 12 September 2020   05:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

mediaalkhairat

Banyaknya kejadian terorisme di dunia -- sejak bom Bali 1 dan 2, beberapa bom di beberapa daerah di Indonesia, juga kejadian balck September di AS, juga terror-teror di beberapa negara lain dan melibatkan pelaku yang mengaku melakukan itu karena alasan agama, benar-benar membuat wajah Islam sebagai agama damai menjadi suram.

Kesuraman itu antara lain penggambaran Islam sebagai agama yang kejam, menakutkan dan identik radikal (kekerasan) bahkan terror. Padahal itu sama sekali tidak benar seperti yang telah tertulis pada surat al-Baqarah ([2]:256), Allah berfirman sebagai berikut :

Tidak ada paksaan untuk agama. Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus, dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

Hanya saja persoalan yang sering dihadapi oleh Indonesia adalah prespektif pendakwahnya seringkali menyampaikan dengan cara kuno, kolot, kaku, ortodoks. Bahkan terkesan jumud dan mandeg dan tidak bisa menyesuaikan dengan dinamika zaman.

Para pendakwah seperti itu seringkali menerjemahkan ayat al-ur'an secara tekstual dan bukan kontekstual karena mengenal ilmu tafsir, atau jika mengenal ilmu tafsir, dipakai secara minimal sehingga pemaknaannya sangat sempit.  Celakanya mereka seringkali menekankan bahwa apa yang disampaikan harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari secara penuh atau sempurna (kaffah).

Padahal  jika ilmu tafsir digunakan dengan maksimal dan benar, umat akan lebih mudah memahani, meresapi dan kemudian melaksanakannya ditingkat konatif (diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari). Mungkin kita bisa ambil contoh Prof Quraish Shihab yang merupakan ahli tafsir terkemuka di Indonesia. Beliau seringkali mengutif ayat dari al-Qur'an dan menerangkan secara kontekstual (moderat). Kadang beliau memberikan contoh contoh kecil dan mudah dimengerti oleh umat sehingga mudah pula diaplikasikan.

Jika tidak ada penafsiran yang baik pada pedakwah maka umat akan kesulitan dan pada akhirnya mengikuti perintah secara tekstual alias hitam putih. Jika ini terjadi maka akan berbenturan dengan pihak lain. Hal ini sering kita lihat pada aliran Darul Islam (DI) Hisbut Tahrir Indonesia (HTI), Negara Islam Indonesia (NII) dan Ikhwanul Muslimin (IM) yang bersikap eksklusif dan hanya mengakui kebenaran mereka sendiri. Bahkan terkadang mereka mengingkari apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah bagi Islam sampai mengingkari NKRI.

Akibatnya sering terjadi in-harmonisasi mereka dengan kalangan Islam yang lain maupun dengan umat yang berbeda keyakinan.  Padahal seperti dijelaskan di atas bahwa Islam adalah agama damai dan rahmatan lil alamin.

Situasi-situasi inilah rupanya yang mendorong pemerintah untuk segera melakukan standarisasi pendakwah. Bukan untuk mengatur secara rinci dakwah apa saja tapi menyamakan presepsi dan menekankan pentingnya konteks untuk setiap materi dakwah yang dilakukan. Sehingga Islam yang tampak memang benar-benar memancarkan kasih sayang, kedamaian dan rahmat.

,




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline