Lihat ke Halaman Asli

Behaviorisme dalam Pendidikan

Diperbarui: 10 September 2021   23:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendidikan adalah salah satu aspek yang penting dalam kehidupan. Karena itu, banyak orang memilih untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya. Bahkan ada peribahasa yang mengatakan “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina.” Hal itu menyatakan bahwa pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam proses kehidupan manusia.

Oleh karenanya, terbentuklah satuan pendidikan dari tingkat tertinggi di bangku perkuliahan sampai dengan yang terendah di Kelompok Bermain atau Paud. Pendidikan tidak bisa dibatasi dengan rentang usia, jenis kelamin, suku, agama, dsb.

Bahkan untuk mencapai pendidikan secara utuh, muncullah teori-teori yang di gagas oleh beberapa tokoh dalam mengidentifikasi perilaku manusia. Salah satunya adalah Behaviorisme. Behaviorisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa perilaku harus dijelaskan melalui pengalaman yang harus diamati, bukan dengan proses mental.

Teori Behaviorisme di gagas oleh beberapa tokoh terkenal. Salah satunya adalah Ivan Pavlov. Ivan Pavlov (1927) merupakan psikolog asal Russia yang pertama kali meneliti perilaku mahluk hidup berdasarkan classical conditioning atau pengkondisian lingkungan secara klasik. Pavlov melakukan sebuah eksperimen terhadap seekor anjing untuk mengetahui respon anjing tersebut saat diberi stimulus. Sang anjing akan mengelurkan air liur saat mengetahui bahwa dirinya akan diberi makanan. Respon tersebut adalah respon yang muncul karena adanya stimulus yang diberikan.

Dalam proses belajar, seringkali guru memberikan stimulus terhadap siswa untuk mencapai tujuan belajar yang ada. Beberapa dosen dibangku perkuliahan menyiapkan beberapa studi kasus untuk meningkatkan respon mahasiswa terhadap proses belajar.

Agar siswa tidak merasa bosan ketika belajar daring, beberapa guru pendidikan usia dini menggunakan beragam media pembelajaran seperti boneka tangan (puppet) untuk meningkatkan respon yang aktif dari siswa saat jam belajar di kelas. Perubahan perilaku yang disebabkan oleh stimulus tersebutlah, yang akan membentuk karakter seseorang.

Teori Behaviorisme terus berkembang seiring berjalannya waktu. Setelah eksperimen yang dilakukan Pavlov, berkembang beberapa teori-teori. Salah satunya yaitu Teori Operant Conditioning yang dikembangkan oleh B.F Skinner, seorang Psikolog Amerika berpengaruh di tahun 1930an -1960an.

Skinner menyatakan bahwa adanya keterkaitan antara perilaku dan konsekuesi. Ia membedakan konsekuensi tersebut menjadi 2 yaitu reinforcement (dukungan atau hadiah) dan punishment (hukuman). Manusia akan memberikan respon yang berbeda ketika diberikan konsekuensi tersebut.

Reinforcement adalah segala hal yang terjadi yang dapat menguatkan suatu perilaku. Reinforcement bisa bersifat positif maupun negatif. Reinforcement positif yang sering terjadi dalam proses belajar adalah ketika guru memberikan pujian atau reward kepada seorang siswa yang dapat mengerjakan suatu project yang diharapkan guru tersebut. Sedangkan Reinforcement negatif contohnya ketika seorang murid berhenti datang telat ke sekolah untuk menghindari teguran dari seorang guru.

Meskipun hasil dari kedua jenis reinforcement diatas bersifat positif, namun pada kenyataannya pendekatan yang dilakukan adalah dua hal yang bertolak belakang.

Selain reinforcement, penerapan punishment (hukuman) juga menjadi salah satu hal yang juga sering dilakukan dalam proses belajar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline