Lihat ke Halaman Asli

Putri Dewi

Pengajar, Penari dan penulis puisi

Puisi: Tentang Romansa Sang Tuan

Diperbarui: 10 Juli 2020   12:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber:www.pixabay.com

Ah... Tuan. Kau hadir lagi!
Mari, duduklah di kursi berlapis ketenangan dengan sandaran tanpa kebohongan. Guyur amarahmu dengan hujan senyum selembut salju. Yang dinanti-nantikan meski dinginnya meremukkan angan.

Apa yang kau bawa Tuan? Segenggam debu romansa masa silam, yang sudah berwarna tak muda lagi. Dan kau sajikan tiba-tiba bab penuh lakon rumit bernuansa merah muda. Sorot matamu mengajakku berdiskusi setiap bait yang penuh cengkraman cinta. Ah....

Tuan, apa alasanmu membuka pintu yang sudah tak punya lubang kunci? Kau tak mau bersuara namun batinmu melontarkan nada-nada simpang siur. Baik, aku harus mengatur lagi susunan rasa di raga ini. Sehingga agak mampu mengajarimu.

Begini Tuan. Sepanjang musim dingin, rasa itu telah membeku perlahan. Karena ia dibangun berdasarkan keinginan. Pergantian musim, ia perlahan mencair lalu menguap. Nuansa pun berubah. Dan kau tahu, sejujurnya aku tak mau dimasukkan ke dalam peti emas rangkaianmu. Biarkan aku terbang sebebas elang dan secantik kenari.

Saya pikir begini Tuan. Cinta, istilah yang sering terbisik panas di saraf kepalaku, sebaiknya memang selalu mekar bertahan di sepanjang musim.  Dia memicu api menjadi air. Merombak amarah menjadi rahmat. Dan mengubah derita penjara menjadi nikmat di telaga pegunungan sejuk.

Jadi, Saya pikir Anda mengerti Tuan...

Yogya, 10 Juli 2020




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline