Pemilukada Aceh akan segera digelar pada 9 April 2012. Namun intrik dan manuver politik menjelang gelaran agenda tersebut sudah mulai dilancarkan oleh para calon dan pendukung calon peserta Pemilkuada.
Pemilukada Aceh menarik untuk diikuti karena, pertama, ini kali kedua Pemilihan Gubernur secara langsung pasca perjanjian damai yang ditandatangani Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka, atau yang sering disebut MoU Helsinki, ditandatangani di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005. Perjanjian Damai 2005 ini mengakhiri konflik antara Aceh dengan Jakarta selama hampir 30 tahun. Butir-butir kesepahaman ini kemudian dituangkan/diturunkan dalam UU No 11/2006 tentang Pemerintah Aceh.
Kedua, Pemilukada tersebut selain memilih Gubernur dan Wakil gubernur, juga sekaligus pemilihan Walikota/ Wakil dan Bupati/Wabup di 17 Kota dan Kabupaten, ini adalah kali pertama Pemilukada secara serempak dalam satu waktu di Indonesia. Ketiga, calon incumbent yang dulu didukung oleh Partai pemenang pemilu, Partai Aceh, dan memilih untuk mencalonkan diri dari calon independen.
Keempat, peristiwa yang terjadi menjelang Pemilukada dimulai. Tercatat beberapa teror kekerasan yang berujung pada kematian terjadi di Aceh. Bahkan untuk menentukan waktu pelaksanaan dimulainya rangkaian agenda pemilukada tersebut pun harus diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi.
Penjabat Gubernur Aceh Tarmizi A Karim di Banda Aceh, mengatakan agar para Penjabat Bupati Aceh Jaya dan Wali Kota Banda Aceh diminta tidak tergiring melakukan trik atau manuver yang dapat menganggu stabilitas politik dan situasi di Aceh menjelang pemilihan umum kepala daerah (pilkada), 9 April 2012. Dirinya juga mengingatkan para kepala daerah jangan sampai menimbulkan disharmonisasi hubungan antarelite. Terkait pelaksanaan pilkada, gubernur meminta penjabat yang dilantik itu agar mengawal dan mendukung agenda pesta demokrasi 2012 dengan mengikuti perkembangan pelaksanaan diwilayahnya masing-masing.
Berkaitan dengan persiapan menjelang Pemilukada, hendaknya para kepala daerah membangun komunikasi yang efektif dan selalu berkoordinasi dengan DPRK, serta unsur muspida lainnya dalam menentukan dan menetapkan berbagai kebijakan daerah yang berdampak pada kepentingan masyarakat luas. Selain itu hendaknya aparatur pemerintah menjaga netralitas birokrasi dalam menghadapi dinamika pelaksanaan pilkada.
Dewiq
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H