Sebagai seorang muslim tentu meyakini bahwa kitab suci Al-Qur'an senantiasa relevan untuk dibaca dalam segala konteks waktu dan tempat. Namun, dalam praktiknya, meyakini hal tersebut bukanlah persoalan sederhana. Membaca, dalam arti memaknai pesan sebuah teks, selalu melibatkan penafsiran.
Tafsir Ilmiah Al-Qur'an
Apalagi teks sekaliber Al-Qur'an tentunya menghasilkan beragam tafsiran.
Al-Qur'an yang tidak hanya berisi pesan sosial-politik-kemasyarakatan, tetapi juga kaya dengan ayat-ayat yang membicarakan alam raya, dari makrokosmos hingga mikrokosmos. Kurangnya penafsiran mengenai isyarat-isyarat alam ini telah mempersulit banyak saintis da teknologiawan muslim untuk memaknai kitab sucinya sendiri, apalagi untuk mengajarkan dan menyebarluaskan pesan-pesannya bagi masyarakat luas.
Bila kita menelaah pesan Rasulullah shalallaahu alaihi wassalaam dalam haditsnya, "Permudahlah dan jangan kalian persulit. Gembirakanlah, dan jangan kalian membuat (mereka) lari." (HR. Al-Bukhari no. 69). Hal ini seharusnya menyuntikkan semangat akan pintu ijtihad untuk memahami dan menafsirkan isyarat-isyarat alam raya dalam Al-Qur'an.
Hal ini harus terus dibuka. Tanpa pemaknaan yang segar, kekinian, dan kontekstual atas isyarat-isyarat tersebut, tidak mustahil generasi masa depan akan melihat Al-Qur'an sebagai kitab usang yang sulit dipahami. Sedihnya lagi ... Al-Qur'an akan ditinggalkan.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman, "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran : 104).
Ilmuwan dan Al-Qur'an
Seringkali kita menyaksikan kritik terhadap pembuat tafsir 'ilmi pada masa kini. Ada pandangan seolah-olah para ilmuwan muslim mencari-cari kebenaran sains modern di dalam Al-Qur'an dalam rangka menunjukkan keunggulan Islam sebagai kompensasi apologetis terhadap rasa rendah diri mereka akan ketertinggalan umat Islam di bidang sains dan teknologi dari dunia Barat. Sebagaimana diketahui bahwa kebanyakan negara tersebut yang beratus tahun telah menjajah sebagian besar dari kita negara yang mayoritas Muslim seperti Indonesia, Malaysia, Pakistan, Arab Saudi, Mesir, Palestina, Irak, Iran, Suriah, Libya, Yordania, Sudan, Turki, dan sebagainya.
Sebenarnya, sains modern itu justru berakar pada keilmuan dan filsafat Islam yang lebih menyeluruh yang terintegrasi dengan ilmu-ilmu keagamaan. Namun sayangnya mereka melepaskan keterkaitan itu. Sebagai akibat terlepasnya sains dari landasan spiritual agama, teknologi sebagai penerapan sains menjadi liar, berdampak pada lingkungan hidup, lingkungan masyarakat, dan lingkungan kejiwaan.
Sejatinya sains bergerak maju menuju keseluruhan pengetahuan. Oleh karena itu kesesuaian antara Al-Qur'an dan sains tak akan berubah dengan perkembangan sains. Tafsir sains terbatas untuk menjelaskan deskripsi-deskripsi Al-Qur'an tentang alam fisik atau alam dunia menurut peristilahan Al-Qur'an. Kita tidak boleh menjelaskan fenomena-fenomena alam metafisik dalam Al-Qur'an seperti alam akhirat dengan teori-teori sains modern yang bersifat objektif empiris menyangkus aspek fisik jagat raya.