Kota Semarang adalah kota metropolitan terbesar kelima di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bandung. Apa yang menarik dari Kota Semarang? Aku pernah beberapa kali harus dinas ke kota yang terkenal dengan kuliner lumpia ini. Pernah juga berkunjung untuk menghadiri sidang promosi doktor kakak iparku di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip).
Nah ... Selain kuliner, aku juga tertarik dengan beragam bangunan di Kota Semarang yang dibangun pada masa penjajahan Belanda. Pertama kali menjejakkan kaki di Stasiun Tawang terasa kental dengan gaya arsitektur kolonial. Begitu juga ketika menjelajah gedung Lawang Sewu. Paling mengasyikkan saat aku dan anakku bungsu, Teteh gowes santai berkeliling Kota Lama Semarang.
Kota Semarang adalah salah satu kota penting yang terletak di pesisir utara Jawa dan sebagai hub utama penghubung Jakarta--Surabaya dan kota--kota di pedalaman selatan Jawa (Surakarta dan Yogyakarta).
Sejarah Semarang berawal kurang lebih pada abad ke-6 M, yaitu daerah pesisir yang bernama Pragota (sekarang menjadi Bergota) dan merupakan bagian dari kerajaan Mataram Kuno. Pada masa itu, daerah tersebut merupakan pelabuhan dan di depannya terdapat gugusan pulau-pulau kecil.
Akibat pengendapan, yang hingga kini masih terus berlangsung, gugusan tersebut menyatu lalu membentuk daratan. Jadi, bagian kota Semarang Bawah yang dikenal sekarang ini dahulu merupakan laut.
Mengapa banyak bangunan bergaya arsitektur kolonial di Kota Semarang? Setelah menyelusuri situs wikipedia, aku menemukan jejak sejarah yang menguatkan, yaitu pada tanggal 15 Januari 1678 Amangkurat II dari Kesultanan Mataram di Kartasura, menggadaikan Semarang dan sekitarnya kepada VOC sebagai bagian pembayaran hutangnya.
Dia mengklaim daerah Priangan dan pajak dari pelabuhan pesisir sampai hutangnya lunas. Pada tahun 1705, Susuhunan Pakubuwono I menyerahkan Semarang kepada VOC sebagai bagian dari perjanjiannya karena telah dibantu untuk merebut kembali Keraton Kartasura. Sejak saat itu Semarang resmi menjadi kota milik VOC dan kemudian Pemerintah Hindia Belanda.