Liburan sebentar lagi. He3 ... Tapi sepertinya tidak bisa berlibur keluar kota deh!
Nah ... Daripada gak libur sama sekali, mending liburan virtual yuk! Berbagi pengalaman menarik saat berlibur dan dituliskan di Kompasiana.com pastinya akan lebih bermanfaat. Bisa menghibur teman-teman K-ners. Pastinya nih minimal olah rasa dan olah kata juga membuat jiwa raga sehat dan bahagia, bukan ?
Jelajah Keraton Kesepuhan Cirebon yang menawan bersama anakku Teteh Maryam Aliyya Al Kindi dan sepupu soulmate-nya. Neng Zhafira Aqila Lathifa. Teteh dan Neng senang sekali saat aku ajak jalan-jalan keliling keraton. He3 ... Lucu loh! Mereka minta aku buktiin kalau aku tuh beneran kenal baik dengan Sultan PRA Arief Natadiningrat dan Sultan Sepuh ayahanda beliau. Tahun 2020 di bulan Juli Sultan Arief wafat.
Jadi sambil nyetir mobil aku ceritakan kisah di tahun 1999-2004 saat aku aktif di LSM Fahmina Institute Cirebon. Saat itu aku juga aktif menjadi Sekretaris DPD PAN Kota Cirebon serta di komunitas antikorupsi. Beberapa kegiatan mempertemukanku dengan Sultan Kesepuhan. Alhamdulillah ... Beliau juga kakak kelas di SMAN 2 Cirebon. Komunikasi dan diskusi dengan bagaimana Kota Cirebon agar lebih maju dan masyarakatnya sejahtera. Saat ada pencalonan Walikota Cirebon, kami sama-sama menjadi bakal calon Walikota. He3 ... Pengalaman menarik yang tidak terlupakan.
Lanjut ... Kembali ke acara jalan-jalan Teteh dan Fira. Setelah memarkir mobil di bawah pohon yang rindang, kami membayar tiket masuk. Murah meriah. Oya ... Saranku kalau berkunjung ke sini sebaiknya pagi saat pengunjung belum banyak. Udara Kota Cirebon kan panas menyengat, jadi kalau kesiangan bakalan mengurangi asyikan kita berkeliling keraton.
Kali ini Teteh dan Fira bersedia menjadi fofomodel cantik. Semoga menghibur ya kolase foto-foto keliling Keraton Kesepuhan tahun 2018 ini.
Gapura atau gerbang di Keraton didominasi material batu bata merah. Arsitektur tradisional khas Keraton Cirebon berpadu dengan pernak-pernik hiasan piring-piring keramik / porcelin dari negeri Tiongkok. Hal ini menurut sejarah perkembangan agama Islam di tanah Jawa adalah Sunan Gunung Jati menikah dengan putri dari Tiongkok. Sang putri memeluk agama Islam dan diberi hadiah banyak sekali oleh keluarganya berupa barang-barang terbuat dari keramik / porcelin.
Selain di keraton, hiasan piring-piring seperti ini juga terdapat di masjid dekat astana / makam di daerah gunung jati dan di dalam makam keluarga keraton.