Lihat ke Halaman Asli

Dewi Kristina

Mahasiswi Program Study Pascasarjana Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana Jakarta

Tugas Prof Dr. Apollo Daito: Perkembangan Advance Pricing Agreement (APA) di Indonesia

Diperbarui: 16 Mei 2020   20:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Historis Advance Pricing Agreement (APA)

Amerika Serikat merupakan negara yang pertama kali mengaplikasikan Advance Pricing Agreement (APA) setelah Amerika Serikat kemudian negera-negara berkembang lainnya di seluruh dunia mencoba mengaplikasikan Advance Pricing Agreement (APA).  Amerika Serikat mengaplikasikan Advance Pricing Agreement (APA) secara unilateral yang disepakati oleh 2 (dua) perusahaan besar di negara Amerika Serikat yang beroperasi secara global. 

Pendekatan kesepakatan harga yang digunakan saat itu adalah menggabungkan seluruh laba perusahaan dari operasi perusahaan secara keseluruhan dan kemudian membaginya ke setiap negara tempat masing-masing perusahaan beroperasi dengan menggunakan formula yang terdiri dari komponen sebagai berikut:

  1. total modal perusahaan;
  2. remunerasi perusahaan ;
  3. volume transaksi perusahaan. 

Otoritas Pajak yang pertama kali mengaplikasikan Advance Pricing Agreement (APA) secara bilateral adalah otoritas pajak negara Amerika Serikat juga, kemudian diikuti oleh otoritas pajak negara Australia dan perusahaan Apple Computer pada tahun 1991.

Pengertian, Konsep, dan Karakteristik Advance Pricing Agreement (APA)

Advance Pricing Agreement (kesepakatan harga transfer) merupakan prosedur-prosedur  penyelesaian permasalahan transfer pricing yang dilakukan sebelum sengketa transfer pricing terjadi.

Di negara Indonesia, atas Advance Pricing Agreement (APA) Direktorat Jendral Pajak pertama kali mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-69/PJ/2010 mengenai Kesepakatan Harga Transfer (selanjutnya disebut dengan PER-69) dan mendefinisikan Advance Pricing Agreement (APA) sebagai berikut:

“Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) adalah perjanjian antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak dan/atau otoritas pajak negara lain untuk menyepakati  kriteria-kriteria dan/atau menentukan Harga Wajar atau Laba Wajar di muka para pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa”.

Beberapa karakteristik Advance Pricing Agreement (APA), yaitu:

  1. Advance Pricing Agreement (APA) bersifat preventif, prosedur dibentuk sebelum terjadinya suatu  sengketa;
  2. Advance Pricing Agreement (APA) dibagi menjadi dua, yaitu secara unilateral (Wajib Pajak dengan satu otoritas pajak), dan bilateral /atau multilateral (Wajib Pajak dengan dua atau lebih otoritas pajak). Advance Pricing Agreement (APA) secara multilateral lebih memberikan solusi yang efektif terhadap penghindaran pajak berganda dibanding dengan Advance Pricing Agreement (APA) secara Unilateral, hal ini disebabkan karena tidak terlibatnya Otoritas Pajak dalam Advance Pricing Agreement (APA) secara Unilateral.
  3. Inisiatif Wajib Pajak diperlukan dalam memulai prosedur Advance Pricing Agreement karena APA bersifat sukarela. Advance Pricing Agreement tidak dapat diterapkan kepada WP yang tidak mau melakukannya demikian sebaliknya Otoritas Pajak juga memiliki wewenang untuk menolak permintaan Wajib Pajak atas permohonan pengajuan Advance Pricing Agreement.
  4. Prosedur Advance Pricing Agreement (APA) diatur dalam peraturan domestik masing-masing negara sehingga masing-masing negara memiliki prosedur Advance Pricing Agreement yang berbeda satu dengan lainnya;
  5. Hal-hal yang dibahas dalam suatu Advance Pricing Agreement (APA) adalah:
  • Penetapan fakta-fakta dan asumsi ke depan terkait dengan transaksi afiliasi;
  • Penetapan metode transfer pricing yang akan digunakan serta pembandingnya; dan
  • Perkiraan rentang kewajaran yang dihasilkan dengan aplikasi metode yang dipilih yang telah ditetapkan sebelumnya.

Kelebihan dan kelemahan daripada Advance Pricing Agreement (APA) yang disebut oleh OECD Guidelines 2010, dapat dilihat di bawah ini:

Kelebihan:

  1. Kooperatif dan non-kontroversial
  2. Adanya kepastian hukum
  3. Meningkatkan kepastian dalam perencanaan transaksi afiliasi
  4. Meminimalisir konflik dan sengketa
  5. Meminimalisir perpajakan berganda serta proses pemeriksaan yang lama dan berbiaya tinggi
  6. Memudahkan otoritas pajak, dalam memahami model bisnis dan informasi Wajib Pajak
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline