Perubahan politik selama dua dekade terakhir ini merupakan akibat dari derasnya arus demokratisasi yang dipopulerkan oleh Samuel P. Huntington dengan gelombang ketiga demokratisasi.
Transisi merupakan tahap awal yang paling penting dan sangat menentukan dalam proses demokratisasi, di samping tiga tahap lainnya, yaitu liberalisasi, instalasi, dan konsolidasi demokrasi. Transisi secara umum didefinisikan sebagai titik awal atau interval (waktu berlalu) antara rezim otoriter dan rezim demokratis. Transisi dimulai dengan runtuhnya rezim otoriter lama yang diikuti atau diakhiri dengan ratifikasi (pemasangan) institusi politik dan aturan politik baru di bawah payung demokrasi.
Transisi menuju demokrasi di setiap negara menempuh beberapa jalur yang berbeda. misalnya, menelusuri empat jalur transisi menuju demokrasi.
Pertama, jalur transformasi atau jalur yang diprakarsai oleh rezim. Dengan kata lain, demokratisasi datang dari elit penguasa, menyadari bahwa strategi pembangunan di bawah rezim politik otoriter menghasilkan kemunduran berupa tuntutan partisipasi dalam proses politik. Tuntutan ini tidak bisa diabaikan dan rezim politik harus terbuka. Contoh negara yang mengambil rute ini antara lain Taiwan, Meksiko, dll.
Kedua, jalur translokasi. Dengan cara ini, demokratisasi dipimpin oleh faksi elit yang berkuasa dengan kekuatan oposisi yang berkembang. Di sini, terjadi tawar-menawar antara elit berorientasi status quo dan elit reformasi. Jalur ini juga dikenal sebagai jalur negosiasi. Negara-negara yang melewati jalur ini adalah Nepal, Nikaragua, Mongolia, Bolivia, Honduras, El Salvador, Korea Selatan, dan Afrika Selatan.
Ketiga, penggantian (perubahan) jalur. Demokratisasi dalam konteks ini diperjuangkan melalui gerakan oposisi dari bawah, yang meraih kemenangan menggantikan rezim lama. Negara yang membuat rute ini seperti Filipina, Jerman Timur dan Argentina.
Keempat, cara intervensi. Jalan ini memperjelas bahwa demokratisasi dicapai melalui paksaan eksternal (pendudukan asing), seperti yang terjadi di negara-negara Grenada dan Panama.
Sementara itu, Alfred Stepan telah memetakan tiga jalur utama menuju demokrasi (1) reddemokratisasi yang diprakarsai oleh rezim otoriter (2) perang dan penaklukan dari luar, dan (3) reddemokratisasi yang dipimpin oleh kekuatan oposisi dari bawah.
Mengacu pada pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa transisi menuju demokrasi terjadi melalui tiga cara utama, yaitu transisi dari atas (transformasi), transisi dari bawah (penggantian) dan transisi melalui transaksi (negosiasi). . Jalur transisi top-down terjadi ketika mereka yang berkuasa di rezim otoriter memimpin dan memainkan peran menentukan dalam mengakhiri rezim dan mengubahnya menjadi sistem demokrasi baru.
Keputusan rezim untuk memilih sistem demokrasi biasanya didasarkan pada pertimbangan kelompok elit bahwa kepentingan jangka panjangnya akan lebih terjamin jika dipertahankan dalam lingkungan yang demokratis. Sedangkan transisi dari bawah terjadi melalui protes sosial yang tersebar di berbagai kalangan.
Protes sosial memberikan tekanan pada rezim dan memaksa rezim untuk melepaskan kekuasaannya. Sementara itu, jalur transaksi (negosiasi) dianggap sebagian besar pengamat sebagai jalur teraman, tercepat, dan tersukses untuk melembagakan demokrasi. Hal ini karena antara pemerintah otoriter dan kekuatan oposisi terdapat kekuatan yang seimbang, yang pada gilirannya melahirkan kesepakatan untuk segera melembagakan demokrasi.