Lihat ke Halaman Asli

Dewi Fitria

Antropolog

QRIS Perluas Jangkauan Menuju Sistem Pembayaran antar Negara yang Terintegrasi

Diperbarui: 18 Juni 2023   16:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Instagram/ Bank Indonesia

Setelah meluncurkan sistem pembayaran berbasis digital QRIS (Quick Response Indonesian Standard), kini Bank Indonesia tengah berupaya memperkuat integrasi ekonomi di kawasan ASEAN dengan meluncurkan kembali QRIS CB (Cross-Border) atau QRIS antarnegara. Diharapkan dengan adanya QRIS antarnegara ini dapat mempermudah transaksi menjadi lebih mudah dan praktis, serta dapat memperkuat kembali nilai mata uang lokal sebagai alat pembayaran guna meredam ketergantungan transaksi keuangan dengan menggunakan mata uang Dollar AS.

Inovasi Keuangan Digital Pertama dari Indonesia untuk ASEAN

Indonesia menjadi pelopor pertama negara dari kawasan ASEAN yang menggunakan sistem pembayaran lintas-negara berupa QRIS antarnegara ini. Dengan menggandeng bank sentral dari empat negara anggota ASEAN, yakni BNM (Bank Negara Malaysia), BOT (Bank of Thailand), MAS (Monetary Authority of Singapore), dan BSP (Bangko Sental ng Pilipinas), serta METI (Ministry of Economy, Trade and Industry) Jepang, Bank Indonesia bersama ASPI (Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia) telah berani menginisiasi terlebih dahulu penggunaan QR code sebagai upaya eskalasi penyelesaian transaksi bilateral dengan setelmen penyelesaian transaksi menggunakan mata uang lokal sesuai yurisdiksi yang ada di wilayah negara masing-masing. Ini merupakan wujud komitmen Indonesia dalam akselerasi pertumbuhan ekonomi dan konektivitas pembayaran lintas negara menuju ekonomi ASEAN yang lebih integratif dan berkelanjutan.

Pengaruh 3 Kunci Utama “CGC” untuk Keberlangsungan QRIS

Dalam penerapannya, QRIS antarnegara telah melalui berbagai pengkajian skema organisasi dan tata kelola, tentang bagaimana regulasi, mode bisnis, proses hingga spesifikasi pembayaran yang ada di tiap negara yang bersangkutan. Seluruh pengkajian tersebut terangkum dalam 3 kunci utama keberlangsungan QRIS, yakni kunci “CGC” (Connectivity, Governence, dan Campaign), di mana dibutuhkannya kolaborasi dan sinergitas dari ketiganya guna menjaga keberlangsungan inovasi keuangan digital pertama di ASEAN dengan sistem pembayaran lintas negara berbasis fast payment. Tanpa salah satunya, upaya perluasan digitalisasi pembayaran non tunai lintas negara tentu tidak akan dapat berjalan dengan maksimal sesuai dengan apa yang diharapkan sebelumnya.

Keuntungan, Kendala, dan Tantangan di Masa Depan

QRIS antarnegara dinilai mampu memudahkan pengguna untuk bertransaksi lebih cepat dan praktis, murah dan aman, tanpa perlu repot-repot datang ke tempat penukaran uang dan pergi dengan menenteng-nenteng dompet tebal. Selain itu, kemungkinan beredarnya uang palsu pun juga akan semakin berkurang di tengah maraknya penggunaan sistem pembayaran non-tunai, yang kemudian mampu meningkatkan konektivitas makroekonomi negara-negara di kawasan ASEAN menjadi selangkah lebih maju dan terintegrasi, hingga tak menutup kemungkinan ASEAN mampu menciptakan kurs mata uang sendiri yang dapat berlaku secara internasional guna mengurangi dominasi Dollar AS sebagai alat pembayaran yang bersifat universal.

Adapun mengenai kendala yang ada, kendala yang paling mungkin terjadi adalah kendala regulasi yang bisa saja berubah sewaktu-waktu dan kendala sinyal yang menyebabkan transaksi menjadi gagal. Selain itu, seperti yang kita tahu bahwa para wisatawan, TKI, maupun sasaran pengguna QRIS yang lainnya tidak mungkin akan datang ke satu lokasi saja. Inilah yang kemudian menjadi tantangan terberat bagi para pemangku kepentingan proyek QRIS antarnegara, yakni tentang bagaimana upaya mereka dapat menggaet merchant di luar negeri sebanyak yang mereka bisa. Meski sudah berhasil mengadakan kerjasama dengan pihak bank sentral dari empat negara tersebut, namun jika hanya mendapati beberapa merchant saja yang mau menjadi mitra maka tidak akan ada bedanya dengan tidak menggunakan QRIS di luar negeri. Di sini peran literasi finansial sangat diperlukan, mengingat persepsi masyarakat yang masih belum melek digital menganggap bahwa penggunaan QRIS ribet, bahkan ada pula yang menganggap mahal meskipun belum merasakan manfaat apa saja yang bisa didapatkan dengan menggunakannya.

Sejalan dengan hal itu, seiring dengan berkembangnya inovasi digital, kejahatan siber juga dapat terjadi kapan saja dan di mana saja. Meski telah terjamin keamanannya. Perlu adanya pengkajian lebih lanjut mengenai beberapa kemungkinan kebocoran data dan kesalahan sistem yang dapat mempengaruhi kredibilitas QRIS sebagai alat pembayaran teraman dan menimbulkan kerugian baik bagi salah satu pihak maupun keduanya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline