Lihat ke Halaman Asli

Metaorphosis part II

Diperbarui: 18 Juli 2015   17:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Hujan... dia membawa bulir-bulir air yang disimpan langit dan akan dijatuhkan di tempat yang tepat. Selalu. Tak pernah salah tempat pun salah waktu kala bulir itu turun membasahi bumi yang panas karena ambisi yang tak pernah berhenti dari makhluk yang namanya manusia. Terkadang dia datang membawa angin semilir yang menyejukkan hati, namun terkadang dia datang bersama badai yang memporak-porandakan seluruh isi bumi. Perlahan Dika mengulurkan tangannya dibawah tetes hujan yang mengalir lewat genting yang menjadi atap Lab. Dia merasakan setiap tetes hujan yang mengenai tangannya.

Huuuuufftt.... Dika menghirup napas panjang dan menghembuskannya, sembari melihat Mila yang berjalan semakin jauh. Kala itu sungguh perasaan Dika sangat rancu, entah apa yang dipikirkannya yang jelas tidak pernah bisa dijelaskan hanya dengan kata-kata.

Kakak, nih aku bawa buku buat kakak. Tiba-tiba Mila kembali dengan membawa setumpuk buku. Saat itu memang perasaannya sedang bungah. Merasa dekat dengan dia yang selalu ada dalam mimpinya.

Dika masih melamun sembari mengamati rintik hujan.

Kakak... teriak Mila

Eh Mila, iya ada apa? Dika sadar dari lamunan.

Kakak galau yaa, ciee?? Ejek Mila. Hehe. Dika hanya tersenyum.

Mil, sungguh aku bingung. Tiba-tiba Dika berbicara.

Sambil merapikan buku yang ia pegang. ....Bingung kenapa kak? Mila penasaran.

Sebentar lagi, kakak sudah tak disini. Kata Dika lemas.

Iyaa, kan kakak udah cerita. Lantas apa masalahnya?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline