Photo : Take by Teja
“cerita?” sambil menatapnya aku menghela nafas dan mengatur irama detak jantungku. “Aku sudah tak punya cerita lagi untuk dikisahkan. Tidak dengan kata-kata maupun suara. Bukannya kau sudah mengetahui semuanya?”. Dengan muka sedikit gelisah aku berjalan menuju balkon lantai 2, serasa tidak percaya dengan apa yang Langit sampaikan.“...kenapa?”
“aku hanya ingin mendengar cerita darimu Senja, itu saja.” Langit tersenyum.
“Tidak... menurutku 2 tahun adalah waktu yang tidak sedikit untukku agar bisa mengenalmu, dan bukan itu maksud dari pertanyaanmu.” Aku mengernyitkan dahiku dan menyilangkan kedua tanganku , memandang skeptis akan pernyataan Langit.
“Senja, apakah pernah melintas diotakmu, apa reaksi orang-orang setelah kau bercerita panjang lebar?”
“emm... enggak, emang kenapa?” sedikit bingungdengan apa yang dikatakan Langit.
“sebagian dari mereka merekamnya, Senja. Kau tak sadar kan?” Sky tersenyum manis, senyuman yang membuat seisi dunia hati Senja berguguran.
“Sudahlah Sky, kamu to the point aja deh. Jangan buat aku penasaran...”
*
Perkenalkan, namaku Senja. Aku mahasiswi semester 4 di Universitas kehidupan. Aku mengambil jurusan dunia dan akhirat. Karena aku ingin menyeimbangkan keduanya. Aku suka menulis, pernah aku bermimpi jadi penulis. Tetapi sebatas ingin saja. Karena, dengan menulis kita bisa mengutarakan apapun yang kita tahu dan orang lain juga bisa mengetahuinya. Aku tidak terlalu pandai bila dibanding teman-temanku yang lain. Yaa...cukuplah. akan tetapi, orang tuaku selalu menuntutku untuk menjadi orang yang pintar dan selalu menjadi nomor satu. Tidak heran sih, karena mereka hanya punya aku. Tetapi, pada kenyataannya aku belum bisa menjadi nomor satu. Eh, pernah ding. Ketika dulu SD dan SMA, aku sering dapat ranking 1. Tapi dulu... saat semangat belajarku masih menggebu bak genderang perang. Tapi kalau sekarang? Hmm.. rasanya malas sekali. Mungkin efek globalisasi. Hehe. Tapi aku selalu mensiasati semuanya, aku usahakan diriku tetap pada kondisi semangat yang selalu terupdate, mencari kesibukan, dan sering aku membaca kata-kata motivasi, bahkan tidak segan-segan aku meminta motivasi atau cerita inspiratif dari orang lain. Akan tetapi, setelah sekian lama aku analisis penyebab kemalasanku aku sadar, semangat itu datangnya dari sini.. dari diri sendiri.
“Hai, Sky...” dengan perasaan yang meluap-luap aku menghampirinya dan menyapanya. “ Sky, aku dapat nilai A loh.”
“kamu hebat Senja, aku Cuma dapat B.” Dengan muka yang melas dia memujiku.
“aduuuh, payah kamu Sky. Belajar dong... jangan baca buku komik melulu.” Aku mengejeknya. Setiap orang mempunyai cara masing-masing untuk menyemangati orang lain.
“ Sky, kalau semester depan nilaimu lebih baik dari pada aku, kamu boleh minta hadiah apapun.” Sambil tertawa aku memancingnya, menurut teori dunia jika seseorang dijanjikan untuk dikasih hadiah demi suatu hal, semangat akan otomatis muncul pada diri orang tersebut, dan sekarang aku mengujicobakannya pada Langit. “...gimana”.
“okey, aku pegang janjimu Senja.” Langit sepakat. “...tapi terkadang, aku masih bingung. Rasa-rasanya malas sekali mau ngapa-ngapain, gak ada inspirasi.”
“haha, Sky...Sky... seharusnya kita jangan menunggu inspirasi untuk memulai sesuatu. Tindakanmu yang justru akan melahirkan inspirasi. Ku pikir kau sudah paham tentang teori itu.”
“iyaa iyaa bawel.”
Matahari sudah hampir tenggelam di ufuk cakrawala, menciptakan beberapa gradasi warna yang membuat semua orang tenang melihatnya, namun sayang. Momen itu mempunyai jatah waktu sesaat, waktu yang akan membawa terang ke dunia gelap, waktu yang membuat orang-orang bergegas menuju pintu rumahnya masing-masing, Senja. Diiringi rintikan lembut dari langit menambah suasana sore itu terasa manis. Langit dan senja bergegas menuju pintu rumah mereka masing-masing.
*
“Sky, kamu lagi sibuk?” senja mengirim message pada langit. Ada sesuatu yang mengganjal dipikirannya.
“Enggak, ada apa?”
“kamu udah kenal aku belum sky?”
“maksudnya?”
“kan kita udah berteman lama nih, aku minta kritik saranmu Sky?”
“tumben, kamu kenapa?”
“ nggak papa Sky, Cuma pengin tau ajaa. Sebentar lagi aku dewasa Sky, aku bingung...”
“yaa...yaa, maaf ya Senja bukannya gak mau jawab tapi coba dianalisis dulu, kenali dulu siapa dirimu baru kamu bisa menentukan seperti apa dirimu, karena penilaian orang tidak selamanya benar.”
“ah kamu Sky, semua orang kan tidak hidup sendiri, pasti dia selalu berinteraksi dengan yang lain. Dan orang lainlah yang melihat kita, kadang jika kita yang selalu melihat diri sendiri malah kita bisa besar kepala...”
“senja...senja. dasar keras kepala.”
(senja tidak membalas pesan dan merasa kesal)
*
Tanpa sepengetahuan senja, langit berusaha menjadi seseorang yang baik. Memperbaiki sikapnya dan senantiasa belajar. Semenjak hari itu, intensitas komunikasi mereka jarang. Entah mengapa hal itu berjalan otomatis, seperti ada yang menggerakkan. Langit hidup dengan dunianya dan Senja hidup dengan cakrawalanya. Langit yang sekarang bukanlah langit yang dulu. Sekarang ia telah bermetamorfosis. Tidak ada yang tahu bagaimana mulanya. Dia juga telah mengalahkan senja. Mendapatkan nilai A disetiap mata kuliahnya.
“...” langit tersenyum melihat senja.
“ayolah Sky, to the point ajaa. Ada apa sih?” aku semakin penasaran.
“ Senja, terimakasih ya...”. langit pergi meninggalkanku, sedikitpun aku tidak paham tentang apa yang diutarakan langit. Mungkin Langit sedang merindukan hujan, atau mungkin Langit sedang menyambut pagi. Entahlah... semua berjalan begitu saja, bergulir bagai detakan jam dinding yang tak mau berhenti bersenandung. Berharap waktu berhenti sebentar saja, agar aku bisa menatapnya lebih lama kala senja, Sky...
Sragen, 30 Januari 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H