Sering kali kita mendengar didalam ceramah baik televisi, diradio, di you tobe, atau media elektronik, media cetak lainnya yang menyuruh kita untuk senantiasa bersyukur.
Lalu apa itu syukur?
Syukur berasal dari kata syakaro, pakai huruf syin dengan titik tiga diatasnya bukan sakara dengan huruf sin tanpa titik. Apa masalahnya ? kenapa membahas tiga titik diatas syin. Perbedaan kata syakara dengan sakara sangat lah jauh kalau dalam bahasa arab. Karena syakara berarti bersyukur, kalau sakara berarti "mendem" atau mabuk.
Menurut Imam Ghazali r.a dalam kitabnya ihya ulumuddin bab syukur, saya simpulkan syukur itu ada 3 syarat pertama harus ada ilmunya, kedua dikerjakan dan ketiga harus gembira.
Syukur harus ada ilmunya, bagaimana kita mau bersyukur jika kita tidak memiliki ilmunya. Karena melakukan sesuatu tanpa ada ilmunya tak bernilai dimata Alloh, alias tidak ada pahalanya.selain itu jika kita bersyukur tanpa memiliki ilmunya tentunya cara yang dilakukan haruslah sesuai dengan yang disyukuri. Banyak diantara manusia yang percaya bahwa segala kenikmatan yang diperoleh adalah dari dzat yang maha gaib, namun karena tidak memiliki ilmu mereka bersyukur dengan memberikan makanan di pohon besar, diperempatan jalan bahkan rela pergi ke gunung turun gunung hanya untuk bersyukur atas nikmatnya. Seolah olah itu benar, namun sebenarnya hanyalah fatamorgana. Oleh karenanya memiliki ilmu itu tidak penting tapi sangatlah penting, karena dengan ilmu itu kita bisa melaksanakan syukur sesuai dengan yang diinginkan oleh Yang memberi Nikmat.
Nikmat apa yang paling besar yang harus kita syukuri?
Rosululloh SAW mengajarkan, setiap bangun tidur kita mengucapkan doa, Alhamdulillahil ladzi ahyana ba'da ma amatana wa ilaihin nusyur.
Artinya: "Segala puji bagi Allah, Tuhan yang menghidupkan kami setelah ia mematikan kami. Kepada-Nyalah kebangkitan hari kiamat.
( https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20230706095253-569-970070/bacaan-doa-bangun-tidur-arab-latin-dan-artinya.)
Dari doa tersebut, dapat kita ketahui betapa pentingnya kita bisa bangun tidur, artinya kita dihidupkan kembali. Hidup tidak terlepas dari pernafasan, keluar dan masuknya nafas. Karena itu, nikmat terbesar menurut penulis sebelum nikmat iman dan islam adalah nikmat hidup.
Selagi nafas masih keluar masuk hidung atau mulut kita, kita masih memiliki kesempatan untuk melakukan ibadah baik ibadah mahdhoh (ibadah yang sudah ada tuntunan nya dari nabi atau para ulama ) maupun ghoiru mahdhoh (ibadah yang tidak ada tuntunan secara spesifik).
Mari kita awali syukur dengan mensyukuri nikmat nafas, sadari nafas ini, jaga nafas ini agar senantiasa dalam keadaan baik, perasaan bahagia. Setelah itu bawalah nafas ini dalam setiap tingkah laku kita, baik saat ibadah syariat maupun ibadah yang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H