Jika ada orang yang berusaha menyembunyikan masa lalu yang pahit, tidak demikian bagi Ani Natalia. Sebagai Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Humas Ditjen Pajak dia telah membuktikan bagaimana sebuah keterbatasan yang dimiliki bisa berubah menjadi peluang untuk maju jika mau.
"Tuhan membangunkan sebuah jembatan untuk saya mengubah nasib, melalui pendidikan gratis yang saya terima dari pemerintah. Karena itu saya bertekad untuk membalas semua yang saya dapat dari negara dengan pengabdian terbaik yang bisa saya berikan," tegas Kak Ani. Begitu dia membahasakan dirinya untuk disapa.
Itu salah satu kata-kata bijak yang diucapkan Kak Ani selama wawancara hampir satu jam yang berlangsung di ruangannya di Direktorat P2 Humas Ditjen Pajak. Apa yang diucapkannya tak sekedar pemanis bibir. Kata-kata itu dibangun lewat sebuah keyakinan karena perjalanan hidup penuh warna yang pernah dilaluinya.
Setelah tamat dari SMAN 91 Jakarta tahun 1992, Kak Ani berhasil meneruskan kuliah ke Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) di Jurang Mangu, Tangerang. Sebuah sekolah tinggi kedinasan tak berbayar yang digagas Kementerian Keuangan.
"Secara logika nggak mungkin saya melanjutkan kuliah saat itu. Ibu saya hanya pedagang jeruk di pasar Pondok Gede. Jika saya tak kuliah di STAN, mungkin saat ini pun saya hanya pedagang jeruk," ceritanya ringan.
Namun intonasi suaranya meredup tatkala menceritakan tentang Ayahnya yang telah pergi meninggalkan dunia fana ini. Ada kerinduan dalam nada suaranya. Profesi Ayahnya sebagai seorang supir semasa hidupnya, tidak meninggalkan warisan harta untuk keenam anak dan isterinya. Otomatis sebagai anak keempat meski masih belia Kak Ani harus ikut membantu sang Ibu berjualan jeruk di pasar. Dari sosok Ayah lah dia mewarisi sikap seorang pejuang.
"Ayah saya selalu bilang, meski jadi tukang sapu jadilah tukang sapu terbaik,"
Saya ikut terhanyut dalam kisahnya. Hari itu Jumat (11/5/2017) dari jendela kaca di lantai 16 Gedung Kantor Pusat Ditjen Pajak matahari terlihat mulai meninggi. Jarum jam telah menunjukkan angka 10.30 pagi. Padahal sejatinya janji wawancara dilakukan jam 8.30 pagi. Namun perubahan jadwal mendadak membuat saya menguntit Kak Ani melakukan aktivitasnya selama dua jam pagi itu.
Saya ikut duduk manis mendengarkan dia dan para stafnya membahas rencana kerja yang telah dilakukan bulan lalu dan yang harus dilakukan bulan Mei ini. Setelah itu Kak Ani bersama Direktur P2 Humas menerima tamu wartawan dari majalah Tempo yang datang untuk menjajaki kemungkinan sebuah kerjasama dengan Ditjen Pajak, saya pun ikut menemaninya. Kak Ani tetap penuh energi.
"Maaf ya Mba, dua acara tadi sebenarnya nggak ada dalam schedule saya," pintanya ramah.
Humas Siap Songsong Era Artificial Inteligence Hingga Ciptakan Branding