Lihat ke Halaman Asli

Dewi Aryanti

Mahasiswa

Kasus Korupsi E-KTP dengan Perspektif Filsafat Hukum Positivisme

Diperbarui: 24 September 2024   13:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

3

1. Kasus hukum  dan analisis menggunakan cara pandang filsafat hukum positivisme.

    Kasus: Kasus Korupsi E-KTP

Kasus Korupsi Proyek E-KTP di Indonesia terjadi pada tahun 2011, melibatkan sejumlah pejabat dan pengusaha. Proyek ini bertujuan untuk menciptakan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) bagi seluruh warga Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya, terjadi penyelewengan dana oleh pejabat yang terlibat, dengan nilai kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 2,3 triliun dari total anggaran Rp 5,9 triliun. Beberapa tokoh kunci, termasuk Setya Novanto, terlibat dan akhirnya dinyatakan bersalah.

Analis dengan cara pandang filsafat hukum postivisme:

  1. Hukum Sebagai Aturan Tertulis: Dalam pendekatan positivisme, fokusnya adalah pada hukum tertulis yang berlaku. Para pelaku korupsi dalam kasus E-KTP dikenakan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang merupakan aturan tertulis yang dibuat oleh otoritas negara. Pengadilan memproses kasus ini berdasarkan undang-undang yang secara jelas mengatur hukuman bagi tindak pidana korupsi.
  2. Kepastian Hukum dan Netralitas: Positivisme menekankan kepastian hukum. Dalam kasus ini, hukum diterapkan tanpa mempertimbangkan status sosial atau posisi politik pelaku. Setya Novanto dan pelaku lainnya dijatuhi hukuman berdasarkan bukti dan ketentuan hukum yang ada, tanpa memandang kekuasaan atau pengaruh mereka. Proses ini mencerminkan prinsip positivisme yang menekankan objektivitas dan penegakan hukum secara formal.
  3. Penegakan Hukum oleh Otoritas yang Sah: Penanganan kasus dilakukan oleh lembaga penegak hukum yang sah, yakni KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan pengadilan tipikor. Dalam pandangan positivisme, otoritas hukum ini bertindak sesuai dengan wewenang yang diberikan oleh peraturan yang tertulis.

Kesimpulan:

Melalui cara pandang positivisme, kasus korupsi E-KTP dianalisis berdasarkan hukum yang tertulis tanpa memandang faktor eksternal seperti moralitas atau keadilan sosial. Selama tindakan tersebut melanggar aturan yang ada, hukuman dijatuhkan sesuai dengan prosedur hukum formal, memberikan kepastian hukum.

2. Mazhab hukum postivisme

Mazhab hukum positivisme adalah aliran filsafat hukum yang berpandangan bahwa hukum tertulis adalah hukum tertinggi dalam suatu negara. Aliran ini memiliki beberapa ciri, yaitu: Memisahkan secara tegas antara hukum dan moral, Mengagungkan hukum tertulis, Tidak membahas baik buruknya hukum positif, Tidak membahas efektivitas hukum dalam masyarakat. Aliran positivisme hukum memiliki beberapa dampak, yaitu: Kepastian hukum, Memudahkan hakim dalam mengadili perkara, Hakim hanya berpedoman pada ndang-undang, sehingga mengesampingkan nilai moral.

3. Argumen tentang madzab hukum postivisme dalam hukum indonesia 

  • Kepastian Hukum:  Hukum positivisme memberikan aturan yang jelas dan tertulis, sehingga masyarakat tahu hak dan kewajibannya. Ini penting untuk menciptakan stabilitas dalam masyarakat.
  • Proses Hukum yang Formal: Pendekatan ini menekankan pentingnya prosedur hukum yang sistematis dan adil, memastikan bahwa setiap individu diperlakukan sama di depan hukum.
  • Reformasi dan Responsivitas: Hukum positivisme mendorong pembaruan undang-undang yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, membuat hukum menjadi lebih relevan dan adaptif terhadap perubahan sosial.
  • Pemisahan Hukum dari Moralitas: Sementara pemisahan ini dapat meningkatkan objektivitas hukum, hal ini juga berisiko menghasilkan keputusan yang tidak mencerminkan nilai-nilai sosial dan keadilan masyarakat.
  • Kendala dalam Penegakan Hukum:Meskipun berlandaskan pada aturan, praktik penegakan hukum seringkali terhambat oleh korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, yang dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap hukum.
    • Jadi, Madzab hukum positivisme memberikan dasar yang kuat untuk kepastian dan struktur hukum di Indonesia, namun perlu diimbangi dengan pertimbangan moral dan nilai sosial agar penegakan hukum benar-benar mencerminkan keadilan.



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline