Lihat ke Halaman Asli

Dewi Apriana

mahasiswa

Kasus Kerasukan yang Relevan dengan Pemikiran Descartes

Diperbarui: 9 Januari 2024   21:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fenomena kerasukan masih menjadi fenomena umum di Indonesia. Fenomena kerasukan biasanya terjadi pada remaja. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus kerasukan yang terjadi di sekolah-sekolah di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan pada tahun 2019 terjadi kerusuhan massal antar siswa SMA di NTT Sika. Sebanyak 14 siswa SMPK Supra Talibura tiba-tiba mengalami kesurupan saat melakukan proses belajar mengajar bersama guru.Selain itu, pada tahun 2022 juga terjadi tawuran massa antar siswa SMKN 1 Magetan yang dialami ratusan siswa sekaligus mengikuti kegiatan istigasah sekolah.

 Terakhir, pada tahun 2023, fenomena serupa menimpa 6 siswa SMA Muhammaddiyah 1 Wates. Pukulan telak ini terjadi saat para pelajar mengikuti kegiatan berkemah di Bumi Perkemahan Secang, Kulon Progo, pada Juli lalu.Namun, hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa kerasukan massal bukanlah fenomena yang disebabkan oleh roh jahat, melainkan kondisi psikologis orang yang lemah. 

Hal ini sesuai dengan penjelasan Siswanto bahwa crowd management terjadi karena masyarakat mengalami situasi stres yang sama dengan yang menyebabkan orang mengalami kesusahan yang parah. Situasi stres yang terus-menerus terjadi, tanpa memberikan waktu bagi orang untuk beristirahat, berdampak negatif pada keadaan psikologis mereka.

 Individu rentan yang berpotensi mengalami disosiasi cenderung mengalami kerasukan. Dalam hal ini, jika kesurupan terjadi di suatu sekolah dan banyak siswa yang melihatnya, niscaya menimbulkan tekanan yang luar biasa bagi siswa tersebut, sehingga siswa yang berada dalam situasi yang sama dan merasa lemah akan mengalami kesurupan. Oleh karena itu pengendalian massa dapat terjadi.

 Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pasmawat yang menjelaskan bahwa kerasukan dapat disebabkan oleh kondisi psikis seseorang yang lemah, sehingga orang dengan kondisi psikologis lemah yang melihat seseorang dalam keadaan kesurupan rentan tertular.Menurut Choiryah menjelaskan bahwa pendekatan rasionalis adalah pendekatan yang meyakini bahwa sumber segala kebenaran ilmiah yang ada berasal dari akal manusia. 

Pikiran manusia merupakan alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan baru, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan hanya dapat diperoleh melalui berpikir.Oleh karena itu, yang diprakarsai oleh Rene Descartes, pendekatan rasionalis mengarahkan pemikiran empiris pada proposisi logis dan mengabaikan semua pemikiran dan proposisi yang bersifat metafisik dan tidak dapat diakses oleh manusia itu sendiri.

 Pendekatan ini meyakini bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui metode berbasis nalar tertentu dapat menghasilkan pengetahuan yang pasti, sempurna, dan benar. Oleh karena itu, Rene Descartes tidak percaya pada pernyataan yang berasal dari bukti metafisik yang tidak dapat dilihat kebenarannya. Dalam hal ini cocok dengan hal yang masih sering diperdebatkan oleh para ahli, yaitu masalah pengendalian. Peneliti mempertanyakan apakah benar kerasukan merupakan akibat peristiwa metafisik..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline