Festival Film 100% Manusia 2024 telah resmi dibuka pada Jumat (30/8) lalu. Selain pemutaran 88 film secara cuma-cuma hingga tanggal 8 September, acara juga diramaikan dengan berbagai kegiatan seperti karaoke, pameran seni, workshop cara mengkurasi film, pemeriksaan kesehatan gratis, hingga tur dengan berjalan kaki ke beberapa cagar budaya di Jakarta.
Pagi ini Minggu 1 September hari begitu cerah. Meski baru memasuki pukul delapan pagi, sinar matahari telah bersinar dengan antusias sehingga hawa terasa hangat. Sekelompok peserta tur 100% Manusia telah berkumpul di dekat Monumen Pembebasan Irian Barat, Lapangan Banteng. Tak lama acara tur pun dibuka oleh Direktur Festival 100% Manusia Kurnia Dwijayanto. Selain dari 100% Manusia juga hadir kelompok dari komunitas tunawicara dan tunarungu.
Acara tur bermula di Lapangan Banteng yang dulu bernama Waterlooplein dan sempat disebut Lapangan Singa. Ada teori yang menyebutkan lapangan ini dulunya sebagian masih berupa hutan dan dihuni berbagai satwa seperti banteng. Lapangan Banteng sempat menjadi terminal bus pada tahun 70-an hingga tahun 1981.
Lapangan Banteng telah direvitalisasi sehingga nampak rapi. Ada kolam, tempat duduk-duduk, dan juga bazaar makanan pada akhir pekan. Monumen Pembebasan Irian Barat juga lebih terlihat. Ide pembuatan monumen ini berasal dari Bung Karno. Desainnya kemudian dibuat Henk Ngantung, payungnya dikerjakan Edhi Sunarso, dan monumen dikerjakan Friedrich Silaban.
Farid Mardhiyanto dari Jakarta Good Guide kemudian menjelaskan sejarah Gedung AA Maramis yang dulu disebut Istana Daendels karena pembangunannya diprakarsai oleh Daendels, meski ia kemudian tak pernah menempatinya karena ditugaskan ke Polandia. Bangunan yang telah selesai dibangun tahun 1828 ini telah selesai dipugar pada tahun 2022 karena sempat rusak dan terkesan mistis. Kini bangunan ini kembali nampak kembali cantik dan estetik.
Para peserta kemudian berjalan kaki menuju dua sekolah yang berdampingan, yaitu SMAN 1 Jakarta dan SMKN 1 Jakarta yang dulunya masing-masing merupakan bangunan Prins Hendrick School (PHS) dan Koking Klike Wilhelmina School (KWS). Kedua bangunan sekolah ini masing-masing didirikan tahun 1889 dan 1906. Lulusan PHS salah satunya Mohammad Hatta. Sedangkan salah satu alumni KWS yakni Friedrich Silaban.
Matahari semakin tinggi. Perjalanan berlanjut ke gedung Kimia Farma yang selintas mirip dengan gedung Museum Seni Rupa dan Keramik karena dibangun pada era yang sama. Gedung ini dibangun pada tahun 1848 dan dulunya merupakan gedung pertemuan anggota Freemason yang diberi nama De Ster in het Oosten. Ada berbagai cerita menarik tentang perkumpulan tersebut yang kemudian dilarang oleh pemerintah.