Nga Yee dalam perjalanan pulang dari tempatnya bekerja membayangkan akan makan malam yang lezat bersama adiknya. Alih-alih mendapat sambutan hangat adiknya, ia malah menemukan sang adik, Siu-Man, dalam kondisi mengenaskan. Adiknya disebut melakukan bunuh diri karena tak tahan terus-menerus mendapatkan perundungan. Nga Yee antara sedih dan marah, kemudian memutuskan balas dendam. Ia menyewa peretas misterius untuk menemukan dalang di balik cyber bullying tersebut. Cerita misteri ini tersaji dalam buku berjudul Second Sister karya Chan Ho-Kei.
Nga Yee merasa hampa semenjak kepergian adiknya. Ayah ibunya telah meninggal sejak lama dan hanya adiknya satu-satunya saudaranya.
Ia masih tak percaya adiknya nekat terjun dari jendela apartemen. Semenjak ia menjadi korban pelecehan di kereta, ia memang jadi lebih tertutup. Nga Yee menemani adiknya mengurus kasus ini di peradilan. Pelaku sudah mengaku bersalah dan dihukum. Nga Yee berpikir masalah tersebut selesai.
Namun kemudian muncul serangan balasan dari akun anonim yang menyebut dirinya keponakan si pelaku di sebuah platform terkenal. Ia menyebut adiknya pembohong karena menuduh orang yang tak bersalah. Ia menyebutkan hal-hal buruk tentang adiknya. Dan anehnya warganet percaya, lalu ikut merundung adiknya.
Nga Yee merasa marah dengan hidupnya yang seperti tak adil kepadanya. Ia memutuskan kali ini tak diam saja. Dengan mengeluarkan seluruh tabungannya, ia menyewa sosok misterius yang disebut Mr. N. Ia dikenal sebagai detektif ilegal dan peretas jenius yang ahli menangani kasus di bidang teknologi.
Tapi benarkah cyber bullying itu yang memicu Siu-Man untuk mengakhiri hidupnya?
Sisi Negatif Internet dan Teknologi
Internet dan anonimitas dapat membuat seseorang memunculkan sisi gelapnya. Dengan nama samaran dan IP address palsu, mereka merasa identitas mereka tak bakal terungkap sehingga merasa bebas mencaci maki seseorang tak dikenal. Ada rasa kepuasan yang aneh ketika target yang dirundung kemudian tertekan, tak berdaya, dan kemudian mengakhiri hidupnya.
Berdasarkan data UNICEF pada tahun 2020, sekitar 45 persen dari individu di Indonesia berusia 14-24 tahun pernah mengalami cyber bullying. Korban perundungan kemudian mengalami insomnia, depresi, hingga bunuh diri. Di negara-negara lain seperti di Asia Timur, jumlah korban perundungan yang sampai bunuh diri juga cukup banyak.
Nah, di novel setebal 632 halaman ini pembaca bisa melihat kegundahan Siu-Man ketika ia mendapat cemohan dari berbagai pihak. Ia awalnya mengurung diri karena setiap kali ia ke luar rumah, setiap mata seperti memberikan tatapan pedih kepadanya. Ia merasa dirinya sebagai remaja yang tak pantas hidup dan tak patut dikasihani.
Padahal, sebenarnya ia lah korban di kasus ini. Ia sangat gelisah dan takut ketika mendapat pelecehan di kereta. Namun alih-alih mendapat simpati, ia malah dianggap sebagai remaja centil yang menjual diri. Makian dan julukan tak senonoh dilekatkan padanya.