Aku menyebut Joko Pinurbo (alm) sebagai bapak puisi celana karena ia kerap menggunakan celana sebagai topik puisinya. Aku mengenal karya beliau kali pertama ketika ia diundang membacakan puisi-puisinya di Festival Seni Surabaya sekian tahun silam. Saat itu ia membacakan puisi-puisi bertema celana yang jenaka. Aku belum pernah membaca dan memiliki buku kumpulan puisi berjudul Celana ini. Oleh karenanya ketika menemukan buku ini di aplikasi iPusnas, aku pun merasa senang.
Buku kumpulan puisi berjudul Celana ini merupakan buku debut Joko Pinurbo yang akrab disapa Jokpin. Buku ini dirilis tahun 1999 oleh Gramedia Pustaka Utama dengan tebal 72 halaman.
Hal yang membuat banyak pembaca jatuh cinta dengan karya Jokpin adalah puisi-puisinya yang renyah, jenaka, dan lugas. Ia tak banyak menggunakan diksi yang kompleks dan mengawang-awang, meskipun ia sebenarnya juga luwes menggunakannya.
Meskipun buku kumpulan puisinya berjudul Celana, topik puisinya tak melulu tentang celana. Bahkan hanya ada tiga puisi yang khusus membahas dan berjudul Celana, yakni Celana 1, Celana 2, dan Celana 3.
Dalam tiga puisi bertopik celana tersebut ia mengajak pembaca berimajinasi tentang hal-hal yang mungkin terjadi dengan celana dan pemiliknya. Ia membuat pembaca tertawa geli ketika Jokpin bercerita tentang si tokoh yang ingin melihat celana lucu yang dikenakannya saat bayi hingga rela bertanya ke makam ibunya. Dua cerita lainnya agak vulgar karena membahas apa yang ditutupi oleh celana.
Ada sekitar 40-an puisi dalam buku ini dengan topik beragam, dari celana, ranjang, kematian, dan para perempuan. Ia menyampaikan puisinya secara jenaka namun ada kalanya juga suram.
Apabila dibandingkan dengan buku-buku kumpulan puisi Jokpin berikutnya, terasa sekali bahwa buku perdananya ini memiliki nuansa yang serius dan suram. Karya puisinya panjang-panjang dan seperti sebuah cerita yang juga dikenal sebagai puisi naratif atau puisi prosa. Meski Jokpin lebih banyak menggunakan bahasa yang lugas, namun sebagian puisi ini memiliki makna yang intepretasinya beragam bergantung pada pembacanya.
Setelah membaca beberapa buku kumpulan puisi Jokpin dan kemudian membaca karya perdananya ini aku jadi melihat transformasi seorang Jokpin. Karyanya memiliki pergeseran seiring kematangan usia dan pengalamannya. Semakin ke sini puisi-puisinya lebih banyak yang pendek-pendek, makin lugas, dan nuansanya jenaka dan riang.
Dari buku ini pula aku mencoba memahami ketertarikan tak biasa antara Jokpin dan celana. Setelah buku ini ia masih suka menjadikan celana sebagai topik puisinya. Sepertinya hampir di setiap buku karyanya ada puisi tentang celana.
Ah karena ingin tidur nyaman aku mencari celana katun yang longgar. Menjelang tidur aku jadi ingin ikut membuat puisi celana.
Inilah puisi buatanku berjudul Celana Tidur