Lihat ke Halaman Asli

Dewi Puspasari

TERVERIFIKASI

Penulis dan Konsultan TI

Kelir: Novel Anyar Yon Bayu dengan Isu Kejawen yang Mudah Dicerna

Diperbarui: 29 Oktober 2023   13:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel Kelir yang apik karya Yon Bayu (dokpri) 

"Wong Jowo kudu njawani. Tidak boleh kepaten obor, tercerabut dari asalnya,"  - Sastro Reksi (hal 80, Kelir)


Konon  menurut kitab kuno, Sabdopalon dan Nayagenggong akan datang setelah 500 tahun Majapahit runtuh dengan membawa agama budi, agama asli wong Jawa, dan menyambut kebangkitan nuswantoro. Namun sayangnya kedua penasihat misterius Majapahit tersebut tidak kunjung datang, sehingga Hamoroto, kesatria utama kaum kejawen merasa kecewa dan kemudian berangsur-angsur meninggalkan keyakinannya. Cerita romansa berlatar budaya kejawen ini tersaji dalam novel terbaru karya Yon Bayu Wahyono berjudul Kelir.

Tokoh utama cerita ini adalah Paksi, seorang pemuda kantoran yang telah bertunangan dengan kekasihnya, Haruni. Menjelang hari ulang tahun kekasihnya, Paksi diminta untuk mengantar ayahnya, Hamoroto, ke Banyumas selama beberapa hari. Hal ini membuat Haruni resah, apalagi kemudian ada gadis mahasiswa bernama Dyah yang ikut bergabung dengan kegiatan kekasihnya di sana.

Rupanya ada rahasia yang selama ini disimpan ayahnya. Rahasia ini berkaitan dengan sejarah nenek moyang mereka dan misteri tentang ritual kejawen besar yang akan diadakan Padepokan Budaya Sabdo Sejati .

Sebuah Buku yang Kaya Riset  Budaya Jawa
Entah sejak kapan kejawen mengalami konotasi buruk di masyarakat. Padahal kejawen memiliki kaitan dengan kepercayaan lokal yang sudah ada sejak lama yaitu kapitayan.

Karena tak jauh dari kampung halaman saya di Malang, ada sebuah padepokan yang mengajarkan agama  budi, maka saya tidak asing dengan kejawen. Meski pengetahuan saya tentang kejawen hanya sebatas ritual dan wawasan tertentu seperti penentuan hari baik, primbon, dan lain-lain.

Oleh karena itu membaca novel karya mas Yon Bayu ini membuat saya larut dan lebih mengenal tentang budaya Kejawen. Dalam buku ini disebutkan asal usul kejawen, kutub kejawen, dan makna dari ritual kejawen tersebut. Selain itu juga disebutkan buku-buku populer yang dibuat seolah-olah buku kuno yang dibuat kalangan kejawen tapi ternyata tujuannya untuk memecah-belah masyarakat, seolah-olah ada pertentangan antara kalangan penganut kejawen dan penganut agama samawi.

Padahal dalam buku ini, bisa jadi ada tiga kutub kejawen. Kutub pertama, pemeluk agama samawi yang peduli dengan adat dan budaya Jawa, seperti menentukan hari baik. Kutub kedua yakni orang Jawa yang menjadikan kejawen sebagai aliran kepercayaan, dan yang ketiga yaitu mereka yang mencampuradukkan antara agama samawi dan praktik pemujaan dengan mengatasnamakan budaya. Semuanya sama baiknya.

Bahasan lengkap tentang kejawen dengan beberapa latar tahun, seperti era DI/TII dan pemberontakan PKI ini disampaikan dengan bahasan yang mengalir dan ringan. Penyampaian disampaikan lewat tokoh Dyah, yang sosok dan karakternya kontras dengan Paksi. Dyah digambarkan perempuan taat beragama yang menjadikan kejawen sebagai bahasan tesisnya.

Tentang kejawen ini memang bisa dibilang mulai banyak dibicarakan belakangan ini. Apalagi adanya ramalan bahwa agama budi akan hadir kembali dengan kehadiran dua punggawa misterius. Salah satu sastrawan yang juga banyak mengulas tentang kejawen adalah Ayu Utami lewat buku-bukunya seperti Bilangan Fu, Maya, dan Manjali. Saya sudah membaca buku-buku Ayu Utami yang juga memiliki latar padepokan, sehingga buku Yon Bayu menjadi pelengkap yang manis tentang wawasan kejawen.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline