Perjalanan kami berdua menjelajahi situs bersejarah Jepara dan Kudus memasuki hari terakhir. Kami menjadikan Masjid Menara Kudus dan Museum Kretek sebagai destinasi terakhir.
Ini adalah artikel ketiga dan pamungkas. Artikel pertama tentang Benteng Portugis dan Pertapaan Kalinyamat (di sini) dan artikel kedua tentang Museum R.A. Kartini dan Museum Jenang Kudus (di sini).
Sebetulnya seusai dari Museum Jenang kami berencana ke masjid klasik ini. Namun parkirannya penuh, sarat dengan peziarah yang datang berombongan. Akhirnya kami kembali hari berikutnya. Dan, untunglah pengunjung sedang tidak begitu padat.
Aku spontan mengagumi bangunan kompleks masjid ini yang unik. Bangunan masjid ini sebagian masih berupa bangunan lama, didirikan pada abad ke-16 pada masa Sunan Kudus menyebarkan agama Islam di daerah ini. Gaya arsitekturnya mengingatkan akan Jawa Hindu, meski juga ada unsur Arab, China, dan Buddha.
Dalam kompleks masjid ini ada menara, masjid, dan makam. Masjidnya sepertinya sudah direnovasi, namun atap limas bertingkat seperti gaya Jawa tradisional dipertahankan. Demikian juga tempat berwudhu dan unsur bangunan bata merahnya.
Tempat untuk perempuan sholat ternyata seperti terpisah dari bangunan utama. Pengunjung harus keluar dan melewati gang-gang. Sayangnya saat itu minim petunjuk lokasinya dan tak ada petugas masjid, sehingga aku agak kebingungan.
Tempat untuk perempuan beribadah juga mengikuti gaya bangunan induk, yaitu menggunakan gapura batu bata. Saat itu pengunjung perempuan sedang tak banyak karena belum waktu sholat Dhuhur. Pengunjung terkonsentrasi di area makam Sunan Kudus dan para muridnya, sedang ada doa bersama di sana.
Yang paling ikonik dari masjid ini adalah menaranya yang mengingatkan akan candi di Jawa Timur. Ramping dan tinggi. Ada tangga, puncak atap tumpang, dan hiasan berupa piring keramik yang ditanamkan di sekeliling bangunan. Unik dan ikonik.