Lihat ke Halaman Asli

Dewi Puspasari

TERVERIFIKASI

Penulis dan Konsultan TI

Lembar-lembar Kenangan di Kampung Halaman, Makanan Paling Berkesan

Diperbarui: 25 April 2023   23:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku masih suka membeli dan menyantap apel Malang (dokpri) 


Saat itu masih banyak pepohonan tinggi nan rimbun di sepanjang jalan dekat rumahku. Aku, kakak, dan paman berjalan-jalan menikmati pagi yang terasa sejuk. Udara begitu segar dan cuaca sedikit berkabut. Dari nafas kami ke luar asap tipis seperti film berlatar salju holiwud. Itulah kenangan masa kecilku tentang kampung halamanku.

Ingatanku kemudian terlempar ke puluhan tahun lalu. Di tempat yang berbeda, aku dan kawan-kawan SD gemar mengeksplorasi jalan-jalan di sana situ. Ada kalanya kami menemukan harta karun di situ. Es potong yang sedap, atau pernak-pernik lucu. Kami juga suka melihat-lihat kampung di sekitar sungai, jalannya sempit dan menurun. Aku menyebutnya ekspedisi jalan-jalan tikus.

Kini di tempat yang sama, suasana dan kondisinya telah berubah. Pepohonan telah banyak dibabat. Jalan kaki jadi terasa kurang nyaman, karena sering dipepet kendaraan. Hawa Malang juga telah berubah, gerah dan panas, hampir seperti Jakarta.

Kampung-kampung yang suka kutelusuri ketika masih kecil juga berubah wajah. Lebih padat dan sesak. Aku jadi susah mengenalinya.

Kenangan itu sebagian telah memudar karena kondi saat ini yang banyak berubah. Namun kenangan-kenangan yang tersisa kujaga sebaik-baiknya. Terutama, kenangan bersama keluarga besar dan teman-teman yang bersamaku dari kecil hingga dewasa.

Dulu aku sering sekali main ke jalan Ijen dan berkunjung ke museum (dokpri) 


Ya, kota tersebut mengikatku dengan kenangan. Dari suasana, aroma, makanan, tempat wisatanya hingga orang-orang dan kucing-kucing yang pernah tinggal di dalamnya. Selama 18 tahun aku besar di sana, memang terjalin begitu banyak kenangan yang terjalin di sel-sel otak, sehingga mau tak mau aku akan selalu terjalin dengan kampung halaman, kota Malang. Bahkan hingga saat ini aku tak bisa melepaskan dialek Jawatimuran selatan yang kental.

Semua karena kenangan sehingga segala baik dan buruk kota itu juga kuterima. Malang yang sekarang berubah wajah, baik dan buruknya juga kuterima, meski ada kalanya aku ingin marah dan berharap kondisi seperti sediakala. Ketika kota ini belum begitu padat penduduk, ketika udara masih sejuk, dan ketika belum banyak pusat perbelanjaan. Tapi yang pasti kata orang bijak adalah perubahan, entah perubahan ke sesuatu yang baik ataupun sebaliknya.

Bakal rugi jika fokus ke jelek-jeleknya, masih banyak hal menarik di kota ini, sesuatu yang tak banyak berubah dan masih eksis. Apalagi kalau bukan aneka makanannya yang sedap dan menarik.

Ada banyak candi di Malang yang menarik dijelajahi (dokpri) 


Ada sekian banyak makanan yang kucari apabila pulang ke kampung halaman, dari bakso, bubur campur, ronde dan angsle, serabi, putu cenil, nasi goreng mawut, tahu campur, rujak cingur, pecel, rawon, hingga kupang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline