Lihat ke Halaman Asli

Dewi Puspasari

TERVERIFIKASI

Penulis dan Konsultan TI

Bintang Ketjil dan Perjalanan Panjang Restorasi Film

Diperbarui: 3 April 2023   10:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film Bintang Ketjil sukses direstorasi (sumber gambar: Jakarta Film Week) 

Film Bintang Ketjil yang dirilis tahun 1963 menjadi salah satu film yang berhasil direstorasi. Film ini sempat ditayangkan di Jakarta Film Week 2022. Hasil dari restorasi membuat gambar-gambar dalam film ini tak lagi berbintik-bintik dan gemrisik, melainkan bening dan nyaman di mata.  Tentang apa sih film ini?

Bintang Ketjil identik dengan lagu anak-anak yang dibuat oleh komposer bernama Daldjono. Seperti lagu tersebut, tokoh utama film ini memang anak-anak kecil yang polos dan hanya ingin berkunjung ke kebun bintang.

Ceritanya berlatar tahun 1960-an di Jakarta.
Film ini berpusat pada anak kecil penyemir sepatu bernama Nana (Nana Awaludin). Sehari-hari ia tinggal di panti asuhan. Ia punya mimpi  suatu ketika bisa memiliki rumah besar sehingga kakaknya, Lili, dan neneknya bisa tinggal bersamanya.

Suatu ketika Nana berjumpa dengan dua anak perempuan, Maria (Maria Umboh) dan Suzy (Suzy Mambo). Kedua anak orang kaya ini mengikutinya.

Rupanya kedua anak perempuan itu ingin main ke kebun binatang, tetapi sayangnya orang tua mereka selalu mengingkari janjinya. Alhasil mereka pun mencoba ke sana sendiri, membujuk Nana hingga keduanya dikira diculik. 

Kedua anak perempuan ini ingin main ke Bonbin (sumber gambar: Jakarta Film Week) 

Film yang Manis dan Polos
Film ini membuat penonton bernostalgia dengan Jakarta masa lampau. Kebun binatang saat itu bukan di Ragunan, melainkan di pusat kota yaitu di Taman Ismail Marzuki.

Jakarta masih nampak lapang dan lengang. Bunderan HI bentuknya sudah seperti saat ini, dengan air mancur dan hotel. Bedanya kawasan ini masih begitu sepi dan lengang. Jarang sekali ada mobil berlalu lalang. Lalu juga disorot sekitaran Raden Saleh, Cikini, dan tempat-tempat lainnya di Jakarta yang saat itu masih asri dan banyak pepohonan di sana sini.

Ceritanya sendiri sederhana namun memikat. Akting anak-anak kecil ini terasa natural dengan dialog yang juga khas anak-anak. Celetukan, ledekan, dan bercandanya seperti anak-anak pada umumnya.

Konflik cerita yang awalnya sederhana kemudian dibuat seakan-akan rumit. Apalagi ketika sudah melibatkan banyak orang dewasa. Ada beberapa bagian yang bisa membuat penonton merasa kesal namun juga memancing tawa. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline