Lihat ke Halaman Asli

Dewi Puspasari

TERVERIFIKASI

Penulis dan Konsultan TI

Nobar Kebhinekaan tentang Aliran Pendanaan Teroris dan Pluralisme

Diperbarui: 25 Februari 2023   22:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Linda Erlina, admin KOMiK menjadi moderator diskusi bareng sutradara film Ani Ema Susanti (dokpri) 

Sabtu siang menjelang sore, ruangan lantai dua di Baca di Tebet penuh oleh pengunjung. Mereka sedang menyaksikan acara diskusi dalam rangka Festival Kebhinekaan sambil menunggu acara nonton bareng. Sekitar pukul 15.00, Linda Erlina, admin KOMiK, membuka acara nonton bareng.

Ada dua sesi acara nonton Kebhinekaan. Yang pertama adalah nobar dua film tentang pendanaan ISIS yang dilanjutkan sesi diskusi bareng sutradara yakni Ani Ema Susanti. Dan, sesi kedua adalah pemutaran film pluralisme dilanjutkan ngobrol bareng M. Rizal Abdi dari CRCS UGM.

Film pertama berjudul Dari Kecewa Pada Bapak Menjadi Pendana ISIS. Ini merupakan film dokumenter pendek yang mengisahkan sosok pemuda bernama Munir.

Berawal kekecewaannya pada ayahnya, ia bergabung dengan sebuah organisasi agama untuk belajar agama. Ia kemudian tersentuh oleh ISIS dan ingin membantunya lewat kemampuannya mengorganisasi pendanaan via internet. Hampir tiap bulan ia menyetor dana yang cukup besar untuk ISIS.

Munir kemudian terkejut ketika dana tersebut juga digunakan untuk membiayai aksi teroris di Indonesia. Salah satunya di Solo pada tahun 2021. Ia pun kemudian  meminta maaf kepada keluarga korban dan tak lagi berurusan dengan jaringan pendanaan tersebut.

Banyak pengunjung yang antuasias dengan tema pendanaan jaringan teroris secara online (dokpri) 


Film berikutnya tentang  eks napiter alias mantan narapidana teroris. Ia dibui selama empat tahun (2016-2020). Ketika kembali bebas, ia mengaku dihubungi kembali oleh jaringan teroris, tetapi ia enggan dan memilih mendukung NKRI.

Dua film tersebut menambah wawasan tentang bagaimana  jaringan teroris memanfaatkan keingintahuan para pemuda tentang ilmu agama,  dengan cara yang licik. Alih-alih mendapatkan ilmu agama yang benar, mereka malah diajari melakukan hal yang kejam. Ada kalanya pengikut jaringan tersebut tak sadar atau terlambat menyadari tindakannya itu salah.

Kata Ema, sapaan Ani Ema Susanti, hasil pendanaan itu sangat besar. Munir dari hasil pendanaan online bisa mengumpulkan Rp300 juta tiap bulan. Dana juga didapat dari masyarakat lewat sumbangan dari kaleng ke kaleng juga ada yang dari kebun kelapa sawit milik anggota jaringan.

Untuk membuat film dokumenter pendek ini perlu waktu lama bagi sutradara asal Jombang ini untuk mendekati Munir. Ia perlu delapan bulan agar Munir berani bercerita di hadapan kamera tentang pengalaman buruknya tersebut.

Selain bercerita tentang dua film tersebut, Ema juga membagikan pengalamannya membuat film dokumenter selama 15 tahun. Film dokumenter pertamanya Helper Hongkong Ngampus (2007) berhasil jadi finalis film dokumenter Eagle Awards. Film dokumenternya berikutnya Donor ASI berhasil raih piala Citra 2011 untuk kategori film dokumenter pendek.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline