Lihat ke Halaman Asli

Dewi Puspasari

TERVERIFIKASI

Penulis dan Konsultan TI

Haulout, Dokumenter Pendek tentang Nasib Walrus yang Nestapa

Diperbarui: 16 Februari 2023   01:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maxim setiap tahun pergi untuk meneliti walrus. Ia gelisah melihat kondisi walrus yang makin merana (sumber gambar: berlinale.de) 

Deru angin itu begitu kencang. Suara angin tersebut seperti beradu kuat dengan suara ombak yang terbentur oleh karang. Meski hawa tak ramah bagi manusia, seorang peneliti bernama Maxim dengan seksama meneliti kehidupan walrus di sana. Itulah kisah nyata yang ditampilkan dalam film Haulout. Dokumenter berdurasi 25 menitan ini adalah salah satu  nominasi Oscar 2023 untuk kategori short documentation.

Setelah hari-hari yang dingin dan sepi pada 15 Oktober 2020 terjadi fenomena menarik. Sekeliling pondoknya dipenuhi walrus. Ketika ia berjalan berkeliling pantai, walrus nampak berdesakan di sana. Ada sekitar 95 ribu walrus di pantai dan 6 ribu di laut. Kondisi laut saat itu bebas dari es.

Maxim merokok sambil memperhatikan para walrus dari jendela. Di luar sana walrus masih berdesakan. Ada yang berupaya masuk ke dalam pondoknya.

Ada walrus yang ingin masuk ke pondoknya (sumber gambar: The New Yorker) 


Mereka terus tinggal di pantai untuk beristirahat. Tak ada es di laut, tempat mereka beristirahat selama di laut ketika hendak migrasi atau mencari makanan. Lama kelamaan kondisi mereka makin melemah dan mereka kelelahan. Maxim makin gelisah.

Dokumenter ini dibesut oleh Maxim Arbugaev dan adiknya, Evgenia Arbugaeva. Narasumber dan sosok dalam dokumenter tersebut adalah pakar biologi kelautan bernama Maxim Chakilev. Tempat penelitian kehidupan walrus ada di Cape Heart-Stone, Chukchi Sea, di Samudera Arctic. Mereka membuat dokumenter ini sejak Agustus hingga November 2020.

Film dokumenter ini menyajikan dampak perubahan iklim. Es yang mencair membuat banyak satwa menderita. Tak terkecuali walrus

Adegan-adegan dalam film ini terasa menyesakkan hati. Begitu menyedihkan melihat fakta yang dipaparkan dalam dokumenter ini.

Tone dokumenter ini sedari awal begitu muram. Ini selaras dengan kondisi yang disampaikan dalam film ini di mana kehidupan satwa makin nestapa karena perubahan iklim. Raut wajah dan ekspresi Maxim juga menjelaskan, bagaimana perasaannya yang sedih melihat kondisi para satwa.

Selain kehidupan satwa yang miris, hal lainnya yang menarik dari film dokumenter ini adalah kehidupan Maxim itu sendiri. Ia terbiasa hidup sendirian di pondoknya selama beberapa bulan setiap tahun. Ia mengisi waktunya selain meneropong dan berkeliling pantai, dengan membaca, membuat catatan, dan memasak. Masakannya rata-rata makanan kaleng yang dipanaskan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline