Mudik tahun ini terasa istimewa. Setelah dua kali gagal pulang ke kampung halaman di Malang, akhirnya tahun ini kami bisa juga merayakan lebaran bersama orang tua dan para sanak saudara di Malang. Dan berhubung kami tak dapat tiket pesawat atau kereta api, maka kami pun nekat untuk menjangkau ratusan kilometer dengan kendaraan pribadi. Alhasil sambil mudik kami sekalian melakukan tour de Java jilid ke sekian, lewat Madiun, Ponorogo, Pacitan, dan Wonogiri
Ini pengalaman kami kedua melakukan pulang kampung saat lebaran dengan kendaraan pribadi. Ini juga pengalaman kesekian kami melakukan Tour de Java. Kami sengaja melakukan Tour de Java pada saat lebaran karena bisa ambil cuti agak lama. Kami kemudian memilih-milih rute yang belum pernah kami lalui, dengan tujuan untuk lebih mengenal daerah-daerah sepanjang Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Oleh karenanya pada Tour de Java pertama, aku senang bisa merasai dan melihat-lihat kota dari Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi. Waktu kecil sih memang pernah ke sana, tapi sudah sangat lama. Oleh karenanya aku takjub dengan pertumbuhan kota-kota tersebut.
Pada tur lainnya yang lebih singkat, kami juga pernah menjajal keliling pulau Madura dari Bangkalan hingga Sumenep dan juga berkeliling ke Ngawi. Nah pada Tour de Java 2022 ini kami ingin menjajal sedikit lintas selatan di Jawa Timur, diawali dari Malang lalu ke luar Madiun menuju Ponorogo, Pacitan, Pracimantoro, Wonogiri lalu kembali ke jalur utama mudik yaitu Solo, Semarang, dan seterusnya.
Perjalanan Menuju ke Malang yang Agak Melelahkan
Pada saat berangkat ke Malang, kami memang sempat mengalami kemacetan yang lumayan. Memang diadakan cotraflow di beberapa titik, namun saat itu belum banyak membantu mengurai kemacetan karena jumlah kendaraan yang melintas memang begitu berlimpah. Jalur sebaliknya pada saat itu belum ditutup.
Berangkat dari Jakarta pukul 09.00 pagi setelah menitipkan para kucing ke Pak Satpam yang baik hati, hingga menjelang Maghrib kami baru ke luar Tol Cipali.
Ssebelum Semarang kami bersantap makan malam di rest area. Kami sengaja memilih menu khas Semarang, yakni Gongso. Aku memilih Gongso Campur, yang di dalamnya juga ada iga. Wah sedapnya, setelah hampir 12 jam berkendara, menyantap gongso dengan nasi hangat rasanya adalah kemewahan.