"A Mother's Love Never Dies"
Umma dalam bahasa Korea berarti ibu. Dalam kancah perhororan, ibu menjadi sebuah tema horor yang diminati terbukti dengan adanya berbagai film horor yang sukses seperti "Mama" dan "Pengabdi Setan" (2017). Seperti apakah kisah horor yang ditawarkan oleh "Umma"?
Adalah Amanda (Sandra Oh) yang tinggal di daerah pedesaan Amerika yang sepi bersama putrinya, Chris (Fixel Stewart). Amanda mengalami trauma dengan listrik, sehingga tidak ada perabotan dan peralatan modern di rumahnya. Chris juga tak pernah bersentuhan dengan komputer ataupun ponsel di rumahnya. Keduanya menghidupi diri dari beternak ayam dan lebah.
Rupanya trauma ini berkaitan dengan masa lalunya. Hingga suatu ketika pamannya datang mengantarkan abu kremasi ibunya dan beberapa benda penting miliknya. Sejak itu Amanda dilanda rasa ketakutan. Ia cemas ibunya kembali mengontrolnya meskipun ia sudah meninggal. Chris mulai kuatir melihat perubahan pada ibunya.
Kisah Cinta dan Siksaan dari Seorang Ibu yang Terluka
Film horor besutan Iris K. Shim ini membuatku berekspektasi tinggi. Hal ini dikarenakan produsernya adalah Sam Raimi yang pernah menggarap "The Evil Dead" dan "Drag Me to Hell". Di kalangan produser dan pemeran juga ada Sandra Oh yang langganan Emmy.
Namun sayangnya horor dengan premis menjanjikan ini digarap serba nanggung, terasa datar, dan kurang bisa membuat penonton merasai level terteror oleh rasa ketakutan, baik oleh penampakan menyeramkan maupun secara psikologi.
Padahal di awal film kisahnya nampak menjanjikan. Ada potongan-potongan gambar yang memberikan kesan nostalgia. Setting tempat tinggal Amanda dan putrinya yang terpencil, jauh dari mana-mana, dan tanpa perabotan listrik juga bakal mudah dieksploitasi menjadi teror menyeramkan.
Namun sayangnya, entah problemanya dari naskah cerita atau visi sutradara yang kurang bisa mengeksekusinya sesuai harapan, maka filmnya jadi terasa kurang bernyawa. Padahal akting Sandra Oh dan Fixel Stewart di sini cukup bagus. Makeup-nya pun juga lumayan. Skoring di beberapa adegan juga cukup berhasil mendramatisir suasana.
Minus lainnya, konklusinya terasa begitu sederhana. Seperti harus diselesaikan selekasnya dalam durasi 90 menitan.