Aku mengatur nafasku. Baru separuh tangga yang kudaki. Masih ada puluhan anak tangga lagi. Kandungan oksigen yang menipis dipadu dengan aroma kotoran kuda yang lalu lalang mengangkut pengunjung, membuatku harus pandai-pandai kapan bernafas dan atau sebaliknya, menutup hidung. Ketika melihat anak kecil nampak lincah menapaki tangga demi tangga, aku jadi tersentak. Ayo bergegas. Puncak Bromo sudah tak jauh lagi.
Ketika mendengar nama Bromo, apa yang terbayang di benakmu? Gunung populer di Jawa Timur selain Kawah Ijen dan Semeru? Ya, kalian benar. Gunung dan tempat yang indah sering digunakan syuting film? Ya itu juga benar. Daerah yang lekat dengan Tengger dan upacara kasodonya? Ini juga tepat.
Ya, ada begitu banyak hal menarik dari Bromo. Lautan pasirnya alias segara wedi yang hadir di "Pasir Berbisik", bebukitan hijaunya yang lekat disebut dengan Bukit Teletubbies, juga kisah-kisah lainnya yang berkaitan dengannya, misalnya legenda Gunung Batok. Jangan lupa dengan Penanjakan, tempat menyaksikan matahari terbit dengan panorama tiga gunung yang kerap hadir di kartu pos atau di kalender. Semuanya ada di Bromo.
Sebagai Arema, aku sejak lama ingin sekali ke Bromo. Namun aku baru menginjakkan kaki ke sana pada tahun 2009.
"Lahir dan besar di Malang, tapi belum pernah ke Bromo? Waduh nggak salah tuh?!" Aku menggaruk-garuk kepalaku meski tidak gatal. Kata-katanya benar, aku tak marah. Seharusnya aku mengunjungi gunung ini sejak dulu.
Kata-kata orang yang kutemui dan kukenal di acara kumpul-kumpul backpacker itu memberiku semacam catatan di benakmu. Aku harus ke Bromo, kalau bisa sesegera mungkin. Jangan sampai sudah pernah ke luar negeri, tapi obyek wisata kebanggaan daerah kami malah belum pernah kujelajahi.
Momentum itu hadir. Ada pernikahan teman satu angkatan kami. Aku melontarkan ide ke kawan-kawan kantor, apakah kalian tertarik untuk datang ke acara pernikahan kawan kami -- yang kebetulan juga di Malang -- sekalian berlibur ke Bromo. Wah mendengar kata Bromo, mereka pun langsung tertarik. Ada 20-an kawan yang langsung memastikan ikut serta.
Ini pengalamanku menjadi koordinator acara wisata dengan lebih dari 20 orang, biasanya kurang dari 10. Aku memutar otak dan merencanakan jadwal plus rute dengan seksama. Jangan sampai juga acara inti, acara pernikahan kawan kami malah terlewat.
Gunung Bromo sendiri berketinggian 2.329 meter. Ia bisa dicapai dari jalur Probolinggo atau dari jalur Malang. Aku tentunya memilih nomor dua. Dari Nongkojajar terus menanjak hingga kemudian sampai di spot Penanjakan.
Mereka semua berkumpul di rumahku. Ibu dengan senang hati mengubah rumah menjadi kuat untuk tidur 20 orang lebih. Kami hanya tidur ayam karena pada pukul 00.00 kami akan berangkat. Aku sudah memesan dua mobil, mobil elf salah satunya.