Tulisan-tulisan selama di Lombok kutulis secara acak, tidak berdasarkan urutan kegiatan. Yang terlintas di benak belaka. Mungkin nanti akan kubuat rangkuman tulisan beserta urutan kegiatannya. Nah hari ini, hari Minggu (5/12), aku dengan malas menuju bandara. Eh nggak malas juga ding, ada sesuatu yang membuatku kangen. Para kawanan kucing, ada Kidut, Pang, Pong, Opal, Mungil, dan masih banyak lagi.
Santapan penutup liburan hari ini, Minggu(5/12) adalah nasi balap puyung yang ada di bandara internasional Lombok di Praya. Sengaja aku memilih menu ini karena belum pernah mencicipinya.
Tempat makan bernama Nasi Balap Puyung Inaq Esun ini banyak jadi pilihan pengunjung. Menu utama mereka adalah nasi balap, namun mereka juga menyediakan ayam taliwang, rawon, dan sup buntut.
Harga seporsi nasi balap plus teh manis hangat adalah Rp 57 ribu (termasuk pajak). Maklum agak mahal karena masuk resto bandara.
Ada Cerita Tentang Nasi Balap Puyung
Di tempat makan tersebut terpasang papan berisikan sejarah nasi balap puyung yang rupanya menu ini sudah hadir sejak tahun 1970. Rupanya menu makanan ini muncul secara tidak disengaja oleh Inaq Esun.
Ia kerap membawa bekal yang rupanya disukai temannya sesama penjual di pasar. Bekal itu kata teman-temannya enak dan pedas. Ketika ia mulai menjualnya, eh ternyata laku. Ia pun berhenti jadi penjual ikan asin. Ia kemudian menjadi penjual nasi di rumahnya.
Diberi nama puyung karena lokasi berjualan Inaq Esun di Desa Puyung, Lombok Tengah. Sedangkan ada nama nasi balap karena anaknya yang menang lomba balap menraktir teman-temannya bersantap masakan ibunya. Ya, sejak itu nama menu tersebut resmi menjadi nasi balap puyung.
Seperti Apa Rasanya
Seporsi nasi balap disajikan di meja. Isinya adalah nasi putih dengan ayam cincang pedas, suwiran kering, kedelai goreng, dan irisan mentimun. Isinya nampak sederhana.