Bulan November adalah bulannya festival film. Pada bulan ini juga diadakan ajang festival perfilman Jakarta Film Week untuk pertama kali. Kegiatan ini diadakan hibrid, daring dan luring. Selama 18-21 November bakal ada 65 film yang bisa dinikmati gratis.
Dulu juga ada Jakarta International Film Festival (Jiffest), yang diawali tahun 1999. Sudah cukup lama Jiffest tak terselenggara, terakhir tahun 2013, sehingga kegiatan Jakarta Film Week mendapat sambutan hangat.
Tiket nonton di Grand Indonesia, Metropole, dan Hotel Ashley sudah ludes sejak hari pertama pengumuman. Namun masyarakat masih bisa menyaksikannya secara daring di Vidio.
Ada 65 film yang merupakan film pendek dan film panjang. Genrenya beragam, secara umum terbagi atas dokumenter dan fiksi. Dari 65 film tersebut terbagi film kompetisi dan nonkompetisi. Filmnya berasal dari berbagai negara, di antaranya Prancis, Malta, Italia, Selandia Baru, Kanada, Korea Selatan, Hongkong, Afghanistan, Palestina, India, Mesir Malaysia, Filipina, Thailand, China, dan Jepang.
Dari Indonesia ada beberapa film yang rilis perdana pada acara tersebut. Film-film tersebut adalah "Ranah 3 Warna" yang diangkat dari novel A. Fuadi, "Kadet 1947" tentang para kadet yang tak berpengalaman dalam mempertahankan kemerdekaan dari agresi militer Belanda, "Cinta Bete" mengenai percintaan seorang gadis bernama Bete di Atambua, dan "Yowis Ben 3" melanjutkan kisah hidup Bayu Skak dan bandnya.
Keempat film ini semuanya menarik. Tak heran bila tiketnya langsung terjual habis. Selain itu juga ada beberapa film Indonesia yang sayang dilewatkan dari "Death Knot" tentang mitos bunuh diri musiman karya Cornelio Sunny, "Everyday is Lullaby", "Dari Hal Waktu" tentang seniman teater, "Ibu" tentang sosok ibu yang kesepian, dan "Marapu, Fire and Ritual" tentang praktik ritual budaya di Sumba Barat.
Apabila kalian suka tentang film dokumenter tradisi spiritual maka film Marapu yang merupakan dokumenter tentang praktik ritual untuk mengembalikan spirit Marapu di desa Sodan sayang dilewatkan.
"Ranah 3 Warna" terpilih sebagai film pembuka. Kisahnya tentang Alif yang baru lulus dari Pondok Madani. Lalu kebingungan ketika menyadari tentang ijazah di pesantren untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.
Film-film lainnya yang juga tak kalah menarik di antaranya "Zero" tentang dokter berusia 82 tahun yang pensiun untuk merawat istrinya. Film dokumenter Jepang ini berdurasi 132 menit.