Lihat ke Halaman Asli

Dewi Puspasari

TERVERIFIKASI

Penulis dan Konsultan TI

Edwin dan "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas"

Diperbarui: 20 Agustus 2021   20:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Poster film "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" | sumber gambar: Kompas.com

"His name is Ajo Kawir
He'll take any excuse to fight"

Kabar kemenangan film Indonesia di ajang Locarno International Film Festival disambut dengan luapan kegembiraan. Adalah film besutan Edwin, "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" yang berhasil meraih penghargaan tertinggi di ajang festival tersebut, Golden Leopard. Kabar ini tentunya menjadi penyemangat industri perfilman nasional yang sedang lesu ini.

Film "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" memiliki judul internasional "Vengeance is Mine, All Others Pay Cash". Film ini diangkat dari novel populer berjudul sama karya Eka Kurniawan yang dirilis tahun 2014.

Pemeran dalam film ini di antaranya Marthino Lio, Ladya Cheryl, Reza Rahadian, Sal Priadi, Ratu Felisha, Lukman Sardi, Ayu Laksmi, Djenar Maesa Ayu, dan Kiki Narendra. Film ini diproduksi oleh Palari Films yang sukses dengan film "Posesif", "Aruna & Lidahnya", dan Ali & Ratu-Ratu Queens".

Cerita dari "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" ini bercerita tentang dua sahabat, Ajo Kawir dan Tokek yang masing-masing diperankan oleh Marthino Lio ("Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta" dan "Tersanjung The Movie") dan Sal Priadi ("Imperfect The Series").

Film ini sukses di ajang Festival Film Locarno | sumber gambar: Media Indonesia

Ajo Kawir gemar berkelahi. Karena merasa bersalah dan takut sahabatnya terluka parah, maka Tokek pun kerap terlibat perkelahian bersamanya. Rupanya ada sesuatu yang disembunyikan Ajo Kawir dan Tokek mengetahuinya.

Hingga suatu ketika nafsu bertarung Ajo Kawir memuncak. Namun ia kalah bertarung dengan jagoan perempuan bernama Iteung (Ladya Cheryl). Ia babak belur dan jatuh cinta. Ia ingin bersama Iteung tapi ia takut Iteung kecewa kepadanya.

"Love is like disease
It can strike at any time, like thunder and lightning."

Edwin menggunakan latar tahun 1980 akhir dan 1990-an untuk latar waktu film ini. Ia menerjemahkannya dari pop culture dan kejadian-kejadian yang ada di novel, seperti pembunuhan misterius terhadal pelaku kriminal. Bagi Edwin, tahun 1980 itu juga lekat dengan dirinya, ia tumbuh di masa itu, sehingga konteks personal juga hadir. Untuk latar tempatnya, Edwin menggunakan latar Pantura.


Dalam trailer film, nuansa 80-an terasa kental, lewat kostum motif garis dan berwarna-warni, rambut keriting dan aksesori Iteung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline